~ Buku Komik Berbahasa Jawa ~
Sebuah Karya Esai
Oleh: Irham Baskoro, S.Pd
Yogyakarta
Bagi sebagian masyarakat, penggunaan
Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari masih kerap disepelekan. Hal serupa
juga terjadi di lingkungan sekolah. Ketika kegiatan belajar mengajar di kelas,
materi muatan lokal Bahasa Jawa seolah masih dianak-tirikan. Siswa cenderung
meremehkan Bahasa Jawa dan menganggapnya tidak penting dibandingkan
pelajaran-pelajaran yang lain. Bahkan saat Guru Bahasa Jawa menjelaskan materi,
beberapa siswa malah mengerjakan sesuatu yang lain, seperti latihan-latihan
Matematika, PR Fisika, atau belajar pelajaran yang lain. Disamping itu,
eksistensi muatan lokal Bahasa Jawa yang tidak masuk dalam salah satu bahan
yang diujikan pada Ujian Nasional, menjadikan Bahasa Jawa hanya sebagai pelengkap
penderitaan siswa di sekolah.
Namun dalam kenyataannya, Bahasa
Jawa adalah bahasa yang hampir selalu mereka pakai dalam berkomunikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka menggunakan Bahasa Jawa atau lebih tepatnya
kategori basa ngoko ketika
berkomunikasi dengan kawan sebayanya. Bahkan di dalam kelas yang suasannya
formalpun, Bahasa Jawa masih digunakan oleh para siswa untuk berkomunikasi
dengan teman-temannya, seperti: “Aku
nyilih setip ( Saya pinjam penghapus), “Wis
garap PR hurung?” (Sudah mengerjakan PR belum?), “Ulangane kok angel banget.” (Ulangannya kok susah sekali), dan
sebagainya. Walaupun Bahasa Jawa hanya dipelajari satu jam atau dua jam
pelajaran dalam satu minggu di sekolah, namun aplikasinya mereka gunakan hampir
sepanjang hari. Alangkah baiknya jika pengetahuan Bahasa Jawa yang mereka
miliki mumpuni mengingat Bahasa Jawa memiliki aturan tingkatan tutur (unggah
ungguh) yang rawan sekali terjadi salah kaprah pada aplikasinya di masyarakat.
Buku komik sebagai buku cerita dengan
seni mengkombinasikan gambar dan kata-kata dapat dijadikan media alternatif untuk
pendidikan Bahasa Jawa yang baik, benar, dan menyenangkan. Seperti yang kita
tahu, bahwa pecinta komik tidak hanya kalangan anak-anak, tetapi orang dewasa
bahkan orang tuapun masih menggemari cerita bergambar ini. Namun karena
kurangnya pasokan komik-komik lokal atau dalam negeri, masyarakat Indonesia
malah kepincut komik luar negeri.
Maraknya komik impor masuk ke Indonesia, membuat pemerintah kesulitan dalam
memilah komik-komik apa saja yang layak untuk dibaca. Ambil saja contoh komik Crayon Sinchan. Sekilas komik asal
Jepang ini terkesan lucu dan cocok untuk semua kalangan, namun ada cerita atau
gambar yang mengandung unsur seksualitas di beberapa bagian yang sebaiknya
tidak disuguhkan pada anak di bawah umur. Komik berjudul Detective Conan juga banyak digandrungi anak-anak, remaja sampai
orang dewasa. Namun pada beberapa bagian cerita terdapat unsur kekerasan dalam
bentuk visual seperti gambar-gambar pembunuhan. Disamping itu, komik impor
telah mengalami terjemahan dari bahasa aslinya. Hal ini tentu sangat
berpengaruh pada pengurangan kualitas substansi atau isi cerita. Untuk
membendung atau setidaknya mengurangi arus buku-buku komik impor tersebut, yok kita mulai mempromosikan buku komik
Bahasa Jawa. Komik Bahasa Jawa diharapkan menjadi inovasi lokal yang mengangkat
derajat buku komik ke arah yang lebih edukatif dan berbudaya.
Buku komik dapat digunakan sebagai media untuk belajar
berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa. Untuk mengajarkan tata cara berkomunikasi
menggunakan Bahasa Jawa, khususnya unggah-ungguh
basa, usia dari masing-masing tokoh atau karakter yang ada dalam cerita
komik dibuat heterogen. Tokoh atau karakter anak-anak, remaja, dewasa, orang
tua bahkan lanjut usia, mutlak ada dalam cerita. Hal ini untuk memudahkan
pembaca mempelajari cara berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa yang benar pada
kawan sebaya, pada orang yang lebih tua, dan pada orang yang lebih muda. Seperti
yang telah kita ketahui bahwa terdapat tiga tingkatan dalam Bahasa Jawa, yaitu
krama (halus), madya(biasa), serta ngoko (pergaulan). Saat seorang anak
bercakap-cakap dengan teman sebayanya, ia cenderung menggunakan bahasa ngoko.
Tetapi ia akan menggunakan bahasa krama ketika berbicara dengan orangtua. Sebenarnya
jika tingkatan tutur dalam Bahasa Jawa tersebut diperinci lagi, maka akan
terdapat 13 tingkatan yaitu ngoko lugu, ngoko andhap antya basa, ngoko andhap
basa antya, madyo ngoko, madyatara, madyakrama, mudokrama, kramantara,
wredakrama, krama inggil, krama deso, basa kedaton (bagongan), dan basa kasar.
Kebanyakan orang tidak memahami tingkatan-tingkatan Bahasa Jawa ini. Bahkan
sebagian orang-orang Suku Jawa sendiri tidak tahu menahu tentang tingkatan-tingkatan
ini. Sudaryanto (dalam Oktafiarni, 2014) menyebutkan fungsi dari tingkatan-tingkatan
bahasa dalam bahasa Jawa ini adalah:
1. Norma dan etika, yaitu digunakan untuk berkomunikasi di
masyarakat atau dengan orang lain dengan melihat orang yang diajak bicara
(lebih tua atau lebih muda).
2.Penghormatan dan keakraban, yaitu digunakan untuk menghormati orang
yang diajak bicara supaya tidak dibilang tidak mempunyai tata krama dalam
berbicara.
3.Pangkat dan status sosial, yaitu digunakan
untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan melihat pangkat dan status
sosialnya di dalam masyarakat tersebut.
Oleh karena
itu, pada halaman belakang buku komik Bahasa Jawa dapat diberikan penjelasan mengenai
apa itu tingkatan tutur (unggah ungguh)
dalam Bahasa Jawa serta contoh kosakata dan kalimat sehari-hari.
Agar komik
terkesan lebih menarik, pada beberapa bagian cerita dapat diselipkan
tokoh-tokoh Punokawan seperti Gareng, Petruk, Bagong dan Semar. Tokoh-tokoh
pewayangan seperti Pandawa juga bisa dilibatkan dalam cerita komik Bahasa Jawa
ini. Sehingga peran komik Bahasa Jawa, selain mengajarkan tata cara komunikasi menggunakan
Bahasa Jawa dengan baik dan benar, juga melestarikan budaya Jawa dalam bentuk
pengenalan tokoh-tokoh pewayangan dan punokawan. Selain itu, guyonan-guyonan Jawa dan pantun Jawa (parikan) bisa disematkan di beberapa
bagian cerita komik untuk menambah kesan humor.
Pengadaan
buku komik Bahasa Jawa tentu akan memberikan lahan yang menguntungkan bagi para
komikus atau kartunis lokal khususnya daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Mereka
memiliki wadah untuk menyalurkan hobi dan keahlian mereka dalam seni menggambar
dan bercerita. Hobi mereka pun tidak lagi sekadar kegiatan biasa untuk mengisi
waktu luang, namun dapat lebih dikomersialkan untuk meningkatkan taraf ekonomi
mereka. Buku-buku komik tersebut nantinya dapat digunakan oleh siswa-siswa
sekolah sebagai buku pendamping yang menarik pada muatan lokal Bahasa Jawa. Bahkan
tidak menutup kemungkinan, komik-komik ini dapat diekspor ke daerah-daerah di luar
Jawa yang didominasi oleh etnis Jawa seperti Lampung (61,9% etnis Jawa),
Sumatra Utara (32,6% etnis Jawa), Jambi (27,6% etnis Jawa), dan Sumatra Selatan
(27% etnis Jawa).
Banyak komikus
lokal, khususnya komikus Yogyakarta, memiliki kepiawaian lebih baik dalam seni menggambar
karakter dibandingkan dengan komikus-komikus mancanegara. Jika mereka diberdayakan dengan baik, maka
tidak dipungkiri produksi buku komik Bahasa Jawa dapat menjadi pekerjaan yang
menjanjikan untuk masa depan mereka. Secara tidak langsung, mereka juga turut
melestarikan dan mempromosikan Bahasa Jawa sebagai salah satu kearifan lokal
milik bangsa Indonesia. Diharapkan dengan adanya buku komik Bahasa Jawa ini, akan
muncul buku-buku komik berbahasa daerah yang lain seperti komik Bahasa Ngapak (Jawa
Banyumasan), komik Bahasa Sunda, dan komik Bahasa Betawi. Irham baskoro (ikok)
Daftar
Pustaka
Oktafiarni, Laisa. 2014. Penggunaan Bahasa Jawa untuk Melestarikan Warisan Budaya Indonesia dalam Lingkup Pemuda Jawa (online). (http://m.kompasiana.com/post/
read /652703/3/ penggunaan-bahasa-jawa-untuk-melestarikan-warisan-budaya-indonesia-dalam-lingkup-pemuda-jawa.html),
diakses tamggal 1 Mei 2015.