Kamis, 07 Juni 2018

My Abstract on Icriems 2018


Investigating Vocational School Students’ Difficulties in Solving Basic Mathematics Problems as Their Prior Knowledge


Irham Baskoro1, a) and Wahyu Setyaningrum2, b)

1Graduate Program of Mathematics Education, Yogyakarta State University, and 2Mathematics Department, Faculty of Mathematics and Science Yogyakarta State University, Jl Kolombo No 1, Karangmalang, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia.


a)Corresponding authors: irham.baskoro@gmail.com,
b)
wahyu_setyaningrum@uny.ac.id

Abstract. This research aimed to investigate vocational students’ difficulties in solving basic mathematics problems. Qualitative research was conducted to describe the result. This research involved a rich collection of data to gain a deeper understanding of students’ difficulties, including their opinions about the questions. For this purpose, the author took five basic mathematics topics as students’ prior knowledge that are actually learned from primary until secondary school. They were cube net, integer operations, flow rate, velocity, and scale. Then 5 questions were constructed to represent those 5 topics. The questions’ sheets were applied to 108 vocational school students. These were the students’ percentage who answer the questions accurately each topic: cube net 65.74%, integer operations 87.96%, flow rate 52.78%, velocity 77.78%, and scale 62.96%. There were some difficulties can be identified, such drawing more or less than 6 congruent squares in constructing cube net; ordering operations (integer operations); time conversion, calculation, formula (flow rate & velocity);length conversion (scale). Most of students (48,81%) said that cube net problem was the easiest because cube net could be imagined and didn’t involve any formula. In contrast 34,17% of students said that velocity was the hardest problem to solve because they forgot the formula. This research will help and give an idea to mathematics educator in measuring their students’ basic mathematics knowledge or prior knowledge.
Keywords: prior knowledge, vocational school students, basic mathematics, qualitative research

CUPLIKAN NASKAH JUARA 2 LOMBA ESSAY NASIONAL IRHAM BASKORO


CUPLIKAN NASKAH JUARA 2 LOMBA ESSAY NASIONAL

HMPS MAGISTER PEND.MATEMATIKA

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN


  
Eksplorasi Menuju Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan



Oleh: Irham Baskoro
NIM: 17709251004



Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
2017



Eksplorasi Menuju Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Dengan tema “Pembelajaran Matematika yang Meyenangkan”



Pelajaran matematika terkadang menjadi masalah bagi sebagian siswa. Bahkan beberapa siswa menganggap matematika tak ubahnya seperti hantu. Ditambah lagi apabila siswa sering dihadapkan pada tugas matematika yang banyak, ulangan matematika yang susah, bahkan guru matematika yang garang. Hal ini semakin menjauhkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran ini. Kalau sudah tidak suka pelajaran matematika, tentu siswa akan sulit untuk memahami substansi materi di dalamnya. Lalu bagaimana strategi belajar matematika yang menyenangkan? Salah satu strateginya adalah eksplorasi saat pembelajaran.

A.    Biarkan Siswa Bereksplorasi

Saat melakukan pembelajaran matematika di kelas, guru sebaiknya memberikan kesempatan siswa untuk bereksplorasi. Siswa menjadi sulit belajar matematika, ketika guru mengharuskan siswa mengikuti cara yang diberikan dan cenderung langsung men’salah’kan saat siswa menggunakan jalan/cara yang berbeda walau sebenarnya tujuannya sama. Terkadang siswa cenderung menggunakan jalan pintas (heuristic / rule of thumb) dalam menyelesaikan suatu masalah awal. Metode yang sering digunakan siswa adalah trial and error. Namun guru kadang mengabaikan hal tersebut. Misal dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel, sebagian guru langsung menjelaskan konsep mengurangi atau menjumlahkan kedua ruas dengan bilangan yang sama atau menjelaskan kanselasi pada kedua ruas persamaan. Siswa tidak diberikan warming up, berupa kesempatan untuk melakukan trial and error terlebih dahulu.

Disamping itu, guru tidak boleh selamanya mengajarkan problem solving skill yang sifatnya well defined. Siswa menjadi tidak kreatif dan tidak mampu berfikir secara divergen. Hal tersebut dikarenakan soal well-defined kurang bisa mengadopsi aneka jawaban, usulan, opini, atau pendapat siswa mengingat soal yang diberikan hanya memungkinkan jawaban atau cara yang tunggal. Guru perlu mengkonstruk ill defined problem yang erat kaitannya dengan pembelajaran open-ended. Guru harus memiliki kemampuan untuk membuat soal-soal terbuka yang memberikan kesempatan siswa untuk menjawab dengan berbagai cara, beraneka strategi, bahkan bervariasi jawaban. Berikut contoh well-defined problem pada materi baris dan deret (Kyeong, 2017)

a.      What is the n-th term of the sequence 1, 3, 5, 7, 9, …? Explain why.

b.      What is the n-th term of the sequence 1, 2, 4, 8, 16, …? Explain why.

Berikut ini adalah contoh modifikasi soal baris dan deret sehingga menjadi ill-defined problem. Siswa dapat mengemukakan banyak jawaban (open-ended) untuk melatih kreativitas mereka.

a.      What is the n-th term of the sequence in which the first two terms are 3 and 9? Explain why.

b.      Find as many as possible sequences that have 3 and 9 as their first two terms.

c.       Is there a sequence that has 1, 2, 3, 4, 5 as its first five terms that is not an arithmetic sequence?



Hal yang juga menyebabkan siswa sulit belajar matematika di kelas adalah guru kurang mengadopsi multiple intelligence (kecerdasan majemuk) yang dimiliki siswa-siswanya. Teori multiple intelligence (MI) dikemukakan oleh Howard Gardner. Menurut Gardner (dalam  Amir, 2013) kecerdasan itu tidak hanya diartikan sebagai IQ saja, namun kecerdasan itu menyangkut kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk yang merupakan konsekuensi dalam suasana budaya atau masyarakat tertentu. Ia juga menambahkan bahwa setiap orang berbeda karena memiliki kombinasi kecerdasan yang berlainan dan kita cenderung hanya menghargai orang-orang yang ahli dalam kemampuan logis-matematis dan bahasa.


Siswa-siswa dengan kecerdasan interpersonal yang tinggi dapat difasilitasi dengan pembelajaran matematika yang cooperative learning. Guru dapat mengadakan diskusi / kerja kelompok untuk mengoptimalkan kecerdasan interpersonal yang mereka miliki. Siswa dengan kecerdasan visual yang tinggi, dapat difasilitasi dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan video animasi, media gambar/poster, dan alat peraga semacamnya. Siswa dengan kecerdasan naturalis yang tinggi, dapat difasilitasi dengan outdoor class activity. Kecerdasan naturalis erat kaitannya dengan memahami dan menikmati alam dan menggunakanya secara produktif dan mengembangkan pengetahuan akan alam (Abiquetta3, 2013). Siswa bisa diajak ke alam dan menerapkan konsep matematika dengan media langsung dari alam bebas, seperti menghitung tinggi pohon (rumus phytagoras) dan mengukur lebar sungai (konsep kesebangunan). 


Selain itu, beberapa siswa juga dianugerahi kecerdasan musikal yang baik. Siswa dengan kecerdasan musikal yang tinggi dapat belajar matematika seperti menghafal rumus-rumus, nama bangun datar, atau materi apa saja dalam bentuk lagu. Belajar dengan bernyanyi tidak hanya diterapkan di TK, namun di SD, SMP maupun di SMA juga bisa dilakukan. Berikut ini contoh mengajarkan nama-nama bangun ruang melalui gubahan lagu “Bangun Tidur” untuk anak SD.

Bangun Ruang

   lirik : Bangun Tidur

            Bangun ruang dimana-mana

            Ada balok dan ada kubus

            Ada tabung dan ada kerucut

            Ada prisma dan ada bola

            (bisa dirubah juga dengan nama-nama bangun datar)



B.     Eksplorasi Buku Catatan Matematika Siswa Yang Menarik

              Strategi yang dilakukan siswa agar belajar menjadi menyenangkan adalah dengan membuat buku catatan matematika yang rapi, sistematis, dan menarik. Seperti yang kita ketahui, bahwa pembelajaran matematika melibatkan perhitungan yang kompleks, sehingga siswa terkadang juga melakukan corat-coret pada buku catatan. Hal tersebut sebaiknya dihindari. Selain itu, siswa sering diberikan lembaran-lembaran soal latihan matematika dari guru, tetapi kemudian siswa menuliskan jawaban dan pembahasannya pada buku catatan. Sebaiknya hal ini juga tidak dilakukan. Sebaiknya jawaban dan pembahasan soal langsung ditulis dalam lembar soal tersebut secara tidak terpisah, walaupun dengan tulisan yang kecil. Hal itu untuk mengurangi efek perhatian terpisah antara lembar soal dan jawaban. Setelah itu, soal-soal matematika tersebut dapat dikumpulkan dalam bentuk bank soal dalam suatu map atau wadah tersendiri. 
            Agar menarik, siswa dapat memberikan tanda/warna kesukaannya pada rumus-rumus yang penting dalam buku catatan matematika. Misal saat mempelajari konsep kecepatan, siswa dapat memberi warna pada rumus kecepatan atau pada singkatan JOKOWI. Siswa yang suka menggambar bisa menambahkan gambar motor atau mobil di sebelah rumus kecepatan tersebut. Di saat menggambar diagram batang atau diagram lingkaran juga dapat digunakan warna yang beraneka macam. Siswa dapat berkreasi sekreatif mungkin terhadap buku catatan matematikanya, terutama pada hal-hal yang penting. Hal ini dimaksudkan agar perhatian siswa dapat terfokus pada hal-hal yang penting di buku catatan saat belajar. Friedmen,dkk. (dalam Brunning, 2004) menyebutkan bahwa “The research on attention shows that human beings are severely limited in the number of things they can pay attention to at a given time.  Tidak mungkin dalam suatu waktu, perhatian siswa dapat terfokus pada banyak hal. Dengan memberikan warna-warna atau aneka gambar menarik pada materi yang penting, fokus siswa tertuju pada hal-hal yang penting saja. Hal ini berguna ketika siswa belajar untuk keperluan ujian esoknya. Disamping itu, buku catatan yang menarik ini akan membuat belajar menjadi lebih berkesan. Siswa  merasa enjoy membaca buku catatannya yang rapi dan menarik, sehingga mereka cepat paham dan tidak mudah lupa akan materi tersebut


C.     Eksplorasi Strategi Mnemonics dan Pengalaman Pembelajaran Matematika

            Agar lebih menarik, guru dapat mengubah strategi mengajar pada siswa. Misal ketika siswa SD harus menghafal rumus matematika yang sangat banyak, guru dapat mengenalkan salah satu strategi mengingat (mnemonics) pada siswa, yaitu The First Letter Methods (or first letters). Boltwood & Blick (dalam Brunning, 2015) menyatakan “among all mnemonics, the one that students most often report using spontaneously is The First Letter Methods”. Dalam menghafal rumus jarak kecepatan waktu   dapat disingkat menjadi JKW atau populernya JOKOWI. Dalam menghafal rumus debit, dapat digunakan singkatan VDW. Atau ketika menghafalkan rumus trigonometri sering digunakan singkatan SOH, CAH, TOA.  “SOH stands for Sine equals Opposite over Hypotenuse. CAH stands for Cosine equals Adjacent over Hypotenuse. TOA stands for tangent equals Opposite over Adjacent”. Kalau di Indonesia, rumus tersebut sering disingkat menjadi sindemi (sin = depan per miring), cosami (cos = samping per miring), dan tandesa (tan = depan per samping). Metode mnemonics juga dapat diaplikasikan saat menghafal urutan konversi satuan panjang yang terdiri dari km-hm-dam-m-dm-cm sampai mm. Urutan satuan tersebut dapat diurakan menjadi kalimat: “kalau haus dapat minum di cangkir mama.”

Kalau:km - Haus:hm - Dapat:dm - Minum:m - Di:dm - Cangkir:cm -Mama:mm

Kata-kata tersebut saling membentuk keterkaitan sehingga menjadi kalimat yang bermakna. Penulis telah mengujicobakan pada murid-murid les privat yang duduk di kelas 5 SD. Mereka menjadi hafal urutan satuan-satuan panjang tersebut dengan mudah. Bahkan ada siswa yang memodifikasi menjadi “kalau hantu datang malam-malam dengan cara miring-miring.” Hal ini ternyata mampu melatih siswa untuk berinovasi, terutama dalam hal strategi mnemonics. Kalau siswa hanya langsung menghafal urutan satuan panjang dari km, hm, dam, dan seterusnya tanpa menggunakan strategi menghafal, tentu akan membebani working memory mereka. Seperti dalam penelitian yang dilakukan Miller (dalam Retnowati, 2008) bahwa ia menyajikan kata-kata yang susunanya tidak bermakna dan kemudian meminta responden untuk menyatakannya kembali. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar responden hanya mampu mengingat antara lima sampai dengan sembilan kata.

Namun pembelajaran sejatinya tidak berpusat pada menghafal rumus-rumus saja. Hafal rumus namun tidak memahaminya, tentu tidak akan bertahan lama dalam memori. Agar dapat bertahan lama, perlu memperkuat proses penyimpanan pengetahuan (encoding) menuju long term memory khususnya bagian episodic memory. Tulving (dalam Brunning,2015) menyatakan “episodic memory refers to storage and retrieval of autobiographical experiences.” Atau dengan kata lain episodic memory berkaitan dengan penyimpanan dan pengambilan kembali pengalaman seseorang. Misal saat siswa mempelajari rumus JKW, guru dapat membawa mereka dalam pengalaman sehari-hari seperti membaca speedometer pada sepeda motor. Jika jarum speedometer menunjuk angka 70 km/jam, sepeda motor tentu melaju lebih cepat dibandingkan saat jarum menunjuk angka 50 km/jam. Setelah itu, guru baru menjelaskan makna 70 km per jam, yaitu bahwa dalam satu jam, sepeda motor dapat menempuh jarak 70 km.  Begitu juga saat menjelaskan konsep debit, guru dapat mencontohkan dalam pengalaman sehari-hari dengan membuka dua buah keran. Keran biru dibuka dan dengan aliran derasnya menghasilkan debit 5 liter/menit. Sementara keran hitam dengan aliran pelan menghasilkan debit 1 liter/menit. Kemudian guru membandingkan keran mana yang mampu mengisi penuh suatu ember lebih cepat.

Contoh yang lain yaitu ketika guru menjelaskan cara menyelesaikan persamaan 3x + 5 = 20. Guru dapat menampilkan representasi gambar (iconic representation) dalam menyelesaikan masalah tersebut. Representasi gambar ini tentunya terkait dengan pengalaman siswa sehari-hari, yaitu dengan menampilkan tiga karung dan lima batu pada sisi kiri timbangan dan dua puluh batu pada sisi kanan timbangan. Kemudian pada kedua sisi timbangan dibuang lima buah batu secara adil, sehingga terlihat gambar berikut. Sehingga masing-masing karung dapat terisi masing-masing oleh 5 batu. Sehingga penyelesaian dari persamaan 3x + 5 = 20 adalah x = 5.
Pembelajaran matematika berdasar pengalaman tersebut digolongkan dalam pembelajaran matematika kontekstual dan pembelajaran matematika realistik. Pembelajaran dengan pengalaman tersebut akan membuat pengetahuan lebih lama tersimpan dalam memori jangka panjang sehingga tidak mudah lupa.


Kamis, 25 Januari 2018

Menciptakan Program BPK Kreatif dan Menyenangkan untuk Siswa

Tema : BPK Kawal Harta Negara
Subtema: BPK dan Kesejahteraan Rakyat

Irham Baskoro
irham.baskoro@gmail.com
Mahasiswa Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta


       Istilah BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan tentu sudah tidak asing bagi kita. BPK adalah lembaga tinggi negara yang bebas dan mandiri yang memiliki wewenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara (Pasal 23E ayat 1 UUD 1945). Adapun visi BPK adalah menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat. Seringkali nama lembaga tinggi ini mencuat di berbagai media baik televisi maupun surat kabar. Biasanya berita-berita tersebut terkait dengan hasil audit yang dilakukan lembaga tersebut. Namun apakah para siswa sekolah telah mengetahui apa itu BPK?

       Siswa telah mendapatkan materi tentang Lembaga-lembaga Negara termasuk BPK dalam mata pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) atau IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Secara sekilas para siswa telah diberikan pemahaman mengenai lembaga BPK, tugas, maupun wewenangnya. Namun, pembelajaran teori yang berlangsung secara klasikal hanya akan membuat siswa terjebak pada pembelajaran menghafal saja. Siswa hanya menghafal pengertian BPK, tugas dan wewenangnya, serta dasar hukumnya, tanpa memahami secara betul-betul bahwa peran BPK sangatlah penting dalam menyelamatkan keuangan negara dan menjaga keberlangsungan jalannya roda pemerintahan. Untuk itu diperlukan strategi yang kreatif dan menyenangkan untuk mengenalkan bahkan mempopulerkan BPK di kalangan siswa sekolah.

       “BPK Goes to School” mungkin menjadi salah satu solusi kreatif dan efektif. Pegawai atau pemeriksa (auditor) BPK bisa sesekali terjun ke sekolah-sekolah untuk mengenalkan BPK kepada para siswa. Hal ini ditujukan untuk lebih mendekatkan BPK pada dunia pendidikan sekolah. Kita tahu bahwa banyak nilai-nilai dasar yang diperjuangkan BPK seperti independensi, integritas (kejujuran, objektif, dan tegas), serta profesionalisme, yang ternyata sangat sesuai dengan nilai-nilai karakter yang diharapkan untuk dimiliki para siswa dan guru di sekolah. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat membantu para auditor BPK ketika mengajar di kelas.
Pertemuan pertama dengan Guru PPKn atau IPS dilakukan untuk mengkoordinasikan materi dengan kurikulum yang diterapkan oleh sekolah. Selain itu juga dikoordinasikan mengenai jadwal yang bisa dipakai oleh Pegawai/Auditor BPK untuk masuk ke dalam kelas. Pembelajaran diawali dengan menjelaskan BPK secara umum pada siswa, baik dasar hukum, tugas, maupun wewenang. Namun, dalam menjelaskan materi, sebisa mungkin menarik. Untuk itu, sebelum pembelajaran di kelas perlu disiapkan bahan-bahan mengajar seperti video animasi, slide power point, dan lain sebagainya. Jangan lupa di sela-sela pembelajaran dapat diberikan games (permainan) atau kuis (tanya jawab) tentang materi yang telah dijelaskan. Setelah itu, kegiatan berikutnya adalah bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi tersebut. Kemudian para siswa diberikan tugas atau proyek menyenangkan seperti membuat majalah dinding (mading) atau membuat lagu tentang BPK. Agar lebih menggugah semangat para siswa, dapat diberikan hadiah untuk karya-karya terbaik. Setelah itu majalah dinding tentang BPK tadi dapat dipajang di kelas-kelas, di ruang guru, atau di tempat-tempat umum. Tidak dipungkiri, Pegawai / Auditor BPK yang berani terjun sebagai pengajar ke sekolah-sekolah ini akan mendapatkan pengalaman yang sangat berharga. Selain itu, kegiatan tersebut akan menjadi “refreshing” atau penyegaran kembali bagi para pegawai dan auditor yang sehari-harinya disibukkan dengan audit, laporan keuangan,dan seabrek tugas-tugas kantor lainnya. 
Setelah mengikuti pembelajaran tersebut, diharapkan siswa tidak hanya hafal akan tugas, wewenang atau landasan hukum BPK. Namun, siswa menjadi memahami dan menyadari akan pentingnya eksistensi BPK di Indonesia. Diharapkan kelak, ketika siswa-siswa ini menjadi pegawai atau PNS di lembaga-lembaga negara, mereka dapat mengedepankan kejujuran, transparansi, akuntabilitas, indenpendensi, dan profesionalisme. Pembelajaran ini juga membuka pikiran para siswa bahwa kinerja mereka kelak (terutama dalam hal keuangan) akan selalu diawasi oleh BPK, bahkan juga lembaga-lembaga terkait seperti KPK, OJK, dan Kepolisian. Dan yang tidak kalah penting yaitu agar para siswa nantinya mampu mengemban amanah dan terhidar dari penyelewangan tanggung jawab yang berakibat dosa. Semua nilai karakter tersebut akan terlambat jika disampaikan saat mereka sudah bekerja atau menjadi pegawai, melainkan harus dibangun semenjak usia mereka masih relatif belia.
Solusi kreatif berikutnya adalah dengan menyelenggarakan BPK Competition.  BPK Competition akan menjadi ajang perlombaan bagi para siswa atau masyarakat umum dengan materi lomba terkait BPK. Perlombaan ini dapat meliputi perlombaan menulis, video, menggambar, mewarnai, cerdas cermat, dan sebagainya. Lomba ini juga diperuntukkan bagi semua kalangan sesuai kategori-kategorinya. Misalnya lomba menggambar dan mewarnai bagi siswa SD. Lomba menggambar dan mewarnai ini dapat dilakukan dengan objek berupa lambang BPK dengan memperhatikan kesesuaian bentuk dan warna pada lambang/logo resmi BPK. Selain itu juga dapat diselenggarakan lomba cerdas cermat atau karya tulis mengenai BPK untuk kategori siswa SMP dan SMA. Lomba untuk kategori mahasiswa dan umum dapat berupa lomba video, karya tulis (artikel, essai, blog), infografis, fotografi, bahkan cipta lagu/jingle tentang BPK. Beberapa lomba seperti fotografi, blog, juga sebaiknya dilengkapi syarat untuk dibagikan (di-share) di media sosial. Hal ini tentu akan memberikan pengetahuan atau informasi lebih banyak dan lebih luas tentang BPK untuk para netizen.
Sebagai wujud edukasi dan sosialisasi tentang audit, ternyata baru-baru ini, BPK sempat menyelenggarakan ajang perlombaan kreatif. Seperti yang dikutip dalam laman resmi BPK, bahwa pada tanggal 27 sampai 30 November 2017  telah diselenggarakan BPK Audination dimana di dalamnya terdapat seminar serta perlombaan atau olimpiade. Hanya saja kompetisi ini ditujukan untuk mahasiswa-mahasiswa di perguruan tinggi. Sebanyak 752 peserta yang tersebar dari 114 Perguruan Tinggi di Indonesia telah mengikuti seminar dan lomba-lomba yang diselenggarakan tersebut. Lomba-lomba tersebut antara lain lomba cerdas cermat, lomba praktikum auditing, lomba debat auditing, lomba karya tulis terkait auditing, serta lomba karya publikasi. Pada lomba publikasi, para mahasiswa mempresentasikan kreativitas serta inovasi mereka dalam pembuatan poster, video, film, infografis, musik, dan games. Diharapkan perlombaan ini dapat dilaksanakan secara rutin dari tahun ke tahun. Selain itu perlombaan yang diselenggarakan BPK diharapkan dapat mengakomodasi seluruh kalangan baik dari anak-anak sampai dewasa. Tidak dipungkiri strategi-strategi seperti inilah yang justru lebih berkesan  dan akan mudah untuk diterima masyarakat. 😃

         Daftar Pustaka

Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK. 2017. BPK Beri Edukasi dan Sosialisasi Ilmu Audit Pemerintahan. Diakses dari http://www.bpk.go.id/news/bpk-beri-edukasi-dan-sosialisasi-ilmu-audit-pemerintahan pada tanggal 25 Januari 2018.