Minggu, 31 Desember 2017

Refleksi Pertemuan ke-7 dan 8(tanggal 7 dan 14 November 2017)

                                        Tanya Jawab Filsafat: Intuisi dan Kebetulan
                                                           Irham Baskoro
                                                            17709251004
                                             Pendidikan Matematika A, 2017


           Hari Selasa sore tanggal 7 November 2017, perkuliahan filsafat diawali dengan tes isian singkat. Kali ini tes isian singkat memang sedikit berbeda dengan tes-tes isian singkat sebelumnya. Topiknya yaitu tes seputar tokoh-tokoh dalam filsafat atau filsuf. Misalnya tokoh formal yaitu Hibelrt, tokohnya fokus yaitu Husserl, tokohnya sayang yaitu Freud, tokohnya cinta yaitu Freud, tokohnya politik adalah Machavelli, tokoh pertanyaan adalah Socrates, tokohnya salah adalah Lakatos, tokohnya bentuk dan isi adalah Plato, dan sederet tokoh-tokoh lainnya. Alhamdulillah bisa mendapat skor 20 (5 soal benar) dari tes tersebut. Selanjutnya hari Selasa tanggal 14 November sore, kami kembali mengikuti perkuliahan filsafat bersama Prof.Marsigit. Seperti biasa, perkuliahan diawali dengan tes isian singkat. Tes kali ini saya mendapatkan 0 (tidak ada jawaban yang benar). Hal tersebut memacu saya untuk lebih banyak lagi belajar tentang filsafat.
          Selanjutnya perkuliahan diisi dengan sesi tanya jawab. Berikut ini delapan pertanyaan yang muncul dalam sesi tanya jawab pada pertemuan ke-7 dan ke-8, berikut pembahasannya dari Prof.Marsigit.

Pertanyaan 1: Apakah peran intuisi dalam kehidupan sehari-hari?

Jika Istri tidak mempunyai intuisi bisa saja ia kehilangan suami atau sebaliknya. Terkadang dalam kehidupan sering kita dengar atau ucap: “Aku punya feeling gak enak” atau “Aku punya perasaan gak enak.” Hal itu merupakan intuisi dalam bahasa sehari-hari. Misal seseorang naik mobil dari Yogya ke Jakarta. Di perjalanan sampai Cirebon, ia lupa kalau kompor belum dimatikan. Maka ia segera menghubungi tetangga atau kembali lagi ke rumah. Ciri dari intuisi yaitu tidak ada awalannya, ia mengerti namun tidak tahu kapan dan dari mana asalnya. Intuisi bukan berasal dari definisi namun suatu definisi membutuhkan intuisi. Sampai akan matipun, seseorang masih memiliki intuisi. Intuisi bukan hanya dominasi anak kecil, namun intuisi juga milik orang dewasa. Intuisi muncul dari pergaulan yang ruang lingkupnya meliputi yang ada dan yang mungkin ada.

Pertanyaan 2: Menghilangkan persepsi matematik itu sulit?

Dengan bergurau Prof menjawab: tinggal tidur saja. Untuk menghilangkan persepsi bahwa matematika sulit yaitu dengan hermenitika yaitu “pikirkan apa yg kau kerjakan dan kerjakan yg kau pikirkan” Hermenitika (menterjemahkan) itu berjenjang, bertingkat, dan berdimensi mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Persepsi matematika sulit dapat dihilangkan dengan memperbaiki hubungan antara guru dan siswa dalam kaitannya saling menterjemahkan dan diterjemahkan (hermenitika).

Pertanyaan 3 : Bagaiman filsafat memandang Kebetulan?

Kebetulan terjadi karena manusia itu terbatas, baik terbatas dari aspek penglihatan, pengetahuan, perasaan, dan seterusnya. Bagi Allah SWT, tidak ada suatu kebetulan dan semua sudah ada skenarionya. Bagi manusia, kebetulan itu karena suatu keterbatasa, Misal seseorang yang ditutup matanya, namun bisa menemukan jalan keluar dikarenakan suatu kebetulan.

Pertanyaan 4: Bagaimana filsafat memandang trial and error dlm mtk?

Salah satu jenis matematika yaitu matematika model dari filsafat yaitu matematika formal (mengandalkan logika). Matematika logika tanpa melihat kenyataan. Prof menyatakan bahwa beliau bisa saja membuat buku alien, yang isinya meliputi definisi alien, sifat-sifat alien, dan sterusnya, lalu dibuatlah teorema, aksioma. Bisa saja kita membuat sesuatu yang analitik yang penting logis, konsisten, dan tidak kontradiktif. Selanjutnya Prof menyatakan bahwa ternyata untuk membuat teorema itu dengan trial and error atau coba-coba. Tidak ada manusia yg absolut, semua relatif digambarkan dengan kegiatan mencoba, baik mencoba menulis, mencoba membuktikan, dan mencoba-coba yang lainnya. Mencoba itu berstruktur dari mencobanya batu sampai ke arah spiritual.

Pertanyaan 5: Bagaiman Politik dalam filsafat itu?

Politik dalam filsafat diawali sejak terbitnya buku demokrasi / republic oleh Plato di zaman Yunani dulu. Politik Machiavelli pada zaman Yunani menyatakan bahwa “raihlah kekuasaan dengan cara apapun”. Inilah yang sesungguhnya politik yang menjadi masalah. Tidak disadari banyak orang merasa sangat enjoy saat keadaan berkuasa, namun ketika tidak berkuasa merasa hidup tidak berguna dan tidak karuan. Hal ini juga perlu dihindari.

Pertanyaan 6: Seberapa besar pengaruh budaya dalam filsafat?

Prof menjawab bahwa besar sekali pengaruh budaya dalam filsafat. Budaya itu buminya, sedangkan filsafat itu langitnya. Ibaratnya kalau pikiran itu langitnya, sedangkan tindakan itu buminya. Contoh lainnya yaitu resep makanan itu langitnya, sedangkan buminya adalah nasi goreng. Di satu sisi bumi bisa menjadi langit dan langit bisa menjadi bumi.

Pertanyaan 7: Dalam berfilsafat apa yg harus jadi podasi?

Filsafat adalah pola pikir. Wujud pola pikir adalah bertanya, bertanya, bertanya. Apakah setiap pertanyaan ada jawaban? Ya, semua pertanyaan ada jawabannya. Karena tidak menjawab itupun sebenarnya merupakan jawaban. Namun apakah semua hal bisa ditanyakan? Jawabannya adalah tidak. Misal kita tidak bisa menanyakan semua hal terkait urusan orang tua. Hal itu bisa tergolong tidak sopan, tidak sesuai etik dan estetika. Tdk semua hal bisa ditanyakan. Supaya ngerti mana yg bisa ditanyakan atau tdk berbasis pada tuntunan agama, moral, budaya masyarakat.

Pertanyaan 8: Apa perbedaan Fenomena dan Noumena

Fenomena adalah kenyataan yang bisa dipikirkan dan diindera. Sebaliknya Noumena itu tidak bisa dipikirkan dan tidak bias diinedera. Contoh dari noumena adalah arwah.


Refleksi Seminar Nasional Matematika Etnomatnesia

Refleksi Seminar Nasional Matematika Etnomatnesia
Etnomatematika: Perspektif Matematika dari Budaya Indonesia
Sabtu, 9 Desember 2017
Narasumber ke 3: Prof.Dr.Marsigit, M.A.

Irham Baskoro
17709251004
Pendidikan Matematika A, 2017

Hari Sabtu tanggal 9 desember 2017, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) menyelenggarakan Seminar Nasional bertema Pendidikan Matematika Etnomatnesia. Etnomatematika: Perspektif Matematika dari Budaya Indonesia dan bertempat di Ruang Ki sarino Kampus 1 UST Yogyakarta. Dalam seminar tersebut, para pembicara menjelaskan materi seminar yaitu mengenai keterkaitan antara matematika dan Budaya Indonesia. Seminar berlangsung sangat menarik. Ternyata keterkaitan matematika dan budaya Indonesia sangat beraneka ragam, seperti: penggunaan matematika dalam menentukan hari pasaran Jawa, menghitung 1000 harian meninggalnya sesorang, motif-motif batik, candi-candi, dan lain sebagainya.

 Salah satu pembicara dalam seminar ini adalah Prof. Dr. Marsigit, MA. Beliau menjelaskan tinjauan secara filsafat dari etnomatematika ini. Dalam kesempatan itu, Prof Marsigit berkolaborasi dengan Rahayu Condromukti, M.Si., Dafid Slamet Setiana,M.Pd., dan Sylviyani Hardiarti, S.Pd. Pada akhir seminar ditunjukkan video-video mengenai penerapan etnomatematika dalam pembelajaran matematika. Dalam video yang ditampilkan tersebut, guru dan siswa saling mengeksplorasi etnis dan budaya di Yogyakarta seperti Kraton Yogyakarta, Candi-candi, dan lain sebagainya, yang kemudian setelah itu diterapkan untuk pembelajaran konsep matematika di kelas.

Refleksi Pertemuan ke-6 (tanggal 31 Oktober 2017)

Tanya Jawab Filsafat: Hermenitika dan Anomali
Irham Baskoro
17709251004
Pendidikan Matematika A, 2017

         Seperti biasa hari Selasa sore pukul 15.30, kami memulai perkuliahan filsafat bersama Prof Marsigit. Seperti biasa di awal perkuliahan kami disuguhi ujian isian singkat tentang filsafat. Kali ini saya mendapat nilai 8 (2 soal benar). Setelah ujian isian singkat selesai dibahas, perkuliahan berlangsung dengan sesi tanya jawab. Berikut ini sebagian pertanyaan yang muncul dari beberapa mahasiswa.

Pertanyaan 1: Metode apa yg Bapak gunakan dalam perkuliahan filsafat ini?
Metode yang Prof gunakan adalah hermenitika. Heremenitika adalah menterjemahkan, diterjemahkan, dan dijalani. Setiap muncul suatu persoalan lalu direfelksikan. Begitulah dilakukan secara konsisten dan berulang-ulang seterusnya.

Pertanyaan 2: Adakah indikator ikhlas dalam belajar?
Ikhlas itu mencakupi ikhlas dalam pikir dan ikhlas dalam hati. Iklhas dalam intensif (sedalam-dalamnya) dan ekstensif (seluas-luasnya). Ikhlas itu sebenarnya berstruktur mulai dari ikhlas formal, normative, sampai spiritual. Misal mahasiswa datang ke perkuliahan secara formal ia memang datang, namun secara spiritual ia jengkel dalam mengikuti perkuliahan. Sehingga ikhlas itu bertingkat-tingkat.

Pertanyaan 3: Bagaimana mengatur sesuatu yang diingat dan yang dilupakan?
Segala sesuatu itu dijalani saja. Tidak perlu mengingat-ingat kejahatan yang dilakukan orang. Ingatlah yang baik-baik saja. Prof menambahkan bahwa ingatan itu hanyalah 1 titik dari keseluruhan. Masih banyak titik-titik lain yaitu pikiran, ucapan ,perasaan, dan ribuan lainnya. Orang akan bermasalah ketika ia ingat sholat, tetapi tidak dijalankan. Mengingat akan mudah jika menyenangkan. Kalau tidak senang, tentu akan mudah dilupakan. Maka dari itu lakukanlah hermenitika : pikirkan apa yang kamu kerjakan dan kerjakan yang kamu pikirkan, tentunya dalam kerangka doa. Ingatan itu berstruktur mulai dari yang sederhana sampai yang paling kompleks. Yang sederhana misalnya mengigat password, nomor pin, dan sebagainya. Prof kemudian menyebutkan Ingatan berikutnya adalah ingatan pada istri. Mengingat istri beliau bukan sekadar ingat nama, namun mengingat 1001 macam hal yang terkomposisi. Misalnya ingat jenis sepatu istri, jenis tulisan tangan istri, dan lain sebagainya.


Pertanyaan 4: Apakah anomali itu?
Kontradiksi itu berstruktur dan berdimensi mulai dari batu sampai langit. Orang awam mengatakan bahwa kontradiksi adalah sesuatu yang bertentangan. Kontradiksi dalam matematika menyatakan bahwa x tidak sama dengan x , kontradiksi dalam filsafat menyatakan A tidak sama dengan A , kontradiksinya tubuh kita adalah komplikasi, kontradiksinya masyarakat adalah anomaly. Ciri anomali adalah dibenci tapi dibutuhkan. Prof menjelaskan contohnya yaitu handphone. Handphone dibenci tapi dibutuhkan, oleh karena itu handphone telah menimbulkan anomali di masyarakat.

Pertanyaan 5: Bagaimana menyeimbangkan wadah dan isi?
Wadah dan isi akan mencari bentuknya sendiri (tidak perlu dicari keseimbangannya). Apapun yang kamu lakukan bahkan tidak bersikappun itu adalah sikap, kamu tidak menjawabpun, itu adalah jawaban. Karena dalam filsafat, bukan jawaban itu adalah merupakan jawaban.

Refleksi Pertemuan ke-5 (tanggal 17 oktober 2017) “Ikhlas Hati dan Ikhlas Pikir”

Ikhlas Hati dan ikhlas Pikir
Irham Baskoro
17709251004
Pendidikan Matematika A, 2017

            Pada tulisan saya kali ini akan membahas mengenai perkuliahan filsafat pada pertemuan ke-5 tanggal 17 Oktober 2017 Pendidikan Matematika kelas A. Seperti biasa di awal perkulaiahan Prof menyelenggarakan tes ujian singkat mengenai filsafat. Alhamdulillah saya mendapat skor 12 (Benar 3 soal). Setelah itu Prof melanjutkan menerangkan substansi filsafat pada mahasiswa. Di awal perkuliahan beliau juga memberi pesan pada mahasiswa agar selalu ikhlas baik ikhlas dalam hati dan ikhlas dalam pikir saat perkuliahan. Seperti saat mengerjakan tugas filsafat berupa comment blog atau refleksi mingguan, hendaknya terhindar dari budaya copy-paste atau menjiplak. Saya sangat setuju dengan hal ini. Kalau saat mahasiswa saja sudah banyak melakukan kecurangan seperti copy-paste atau menyadur karya orang lain tanpa ijin, bagaimana kalau sudah menjadi guru atau dosen kelak? Budaya yang kurang baik itu harus dieliminasi sedini mungkin. Dalam filsafat itu ada elemen aksiologi yang terkait dengan etik dan estetika. Mahasiswa harus bisa memahami etik dan estetika sebagai mahasiswa. Kalau mahasiswa hanya sering menjiplak atau menyadur saat mengerjakan tugas-tugas, maka hal itu sama saja kosong tidak berarti (nihil). Hal ini juga terkait dengan filsafat spiritualism. Spiritual berguna untuk mencegah jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak terpuji.

         Prof juga menambahkan kalau kecantikan seseorang itu tidak penting, namun yang paling penting adalah apa disebaliknya (metafisik). Yang terpenting adalah bukan tampilan luarnya, namun disebaliknya. Kalau orang awam mengatakannya sebagai “inner beauty”. Di sisi lain Prof menjelaskan bahwa kalau pamer (yang baik) itu biasa. Jangan sampai orang yang “pamer” itu dinilai sombong. Namun sebagai guru, dosen, pengajar, atau peneliti, melakukan “pamer” tidak lain yaitu sebagai akuntabilitas dan sustainability mereka dalam pendidikan. Tidak mungkin peneliti menyembunyikan hasil penelitiannya dan tidak mempublikasikan atau “memamerkannya” untuk kepentingan orang banyak. Begitu juga kita belajar filsafat ini dapat ditujukan kepada orang tua, sebagai wujud bertanggung jawab kepada orang tua yang telah membiayai dalam berkuliah.

       Selanjutnya Prof menjelaskan filsafat tentang berbohong. Pada dasarnya manusia pernah berbohong. Prof kemudian memvalidasi pernyataannya dengan menanyakan pada mahasiswa. Apakah diantara anda ada yg belum pernah bohong? Semua mahasiswa terdiam. Artinya semua mahasiswa pernah berbohong, entah bohongnya ditujukan pada siapa. Kemudian Prof melanjutkan pemaparannya bahwa manusia tidak akan bisa hidup kalau tidak pakai topeng. Semua anda pernah berbohong. Filsafat mengakui apa adanya. Kemudian Prof menyatakan kalau tidak pernah bohong barang kali aneh juga. Semakin tinggi kekuasaan semakin sering kebohongan dilakukan. Semua manusia memakai topengnya masing-masing. Kemudian Prof bergurau dengan menyatakan engkau kalau cari pasangan jangan cari yang terlalu perfeks. :) 


Senin, 18 Desember 2017

Wayang, Punokawan, dan Keteladanan

Wayang, Punokawan, dan Keteladanan

Refleksi Tugas Perkuliahan Filsafat
Dosen: Prof.Marsigit

Oleh:
Irham Baskoro (17709251004)
⟹PPs Pendidikan Matematika UNY 2017 ⟸



Hari Jumat, tanggal 24 November 2017 malam, saya dan teman-teman Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana (A) menonton pagelaran wayang kulit di Kompleks Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Pagelaran wayang dimulai pukul 20.00 dengan biaya tiket Rp20.000,00. Cerita pewayangan pada malam itu adalah tentang kematian Rahwana. Meski memiliki kekuatan besar, Rahwana tidak bisa mengalahkan Rama. Malah sebaliknya Rahwana dibunuh oleh Rama, dengan senjata mematikannya yang bernama Gwawijaya. Dan akhirnya cerita ini ditutup dengan kematian Rahwana. Dengan kematian Rahwana, maka dunia dibebaskan dari kekuatan jahat.

Cerita Ramayana yang menceritakan kisah Rama-Shinta dimana Shinta diculik oleh Rahwana memang sudah sering kita dengar. Oleh karena itu dalam refleksi kali ini saya akan lebih menyoroti tentang hal yang lain yaitu karakter dibalik tokoh-tokoh Punokawan dalam pewayangan. Dalam cerita pewayangan, seringkali muncul para tokoh punokawan di tengah atau di akhir cerita. Punokawan ini terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Banyak karakter positif atau nilai keteladanan yang dapat kita pelajari dari keempat tokoh punokawan ini. Berikut penjelasannya.

Karakter Punokawan



Semar memiliki karakter sebagai pelayan masyarakat. Ia laksanakan tugas itu sebagai bagian dari ibadah sesuai perintah Illahi. Ketika berjalan, Semar menghadap ke atas yang maknanya bahwa ia memberi contoh agar selalu memandang Yang Maha Kuasa, selalu ingat pada Tuhan.




Gareng berkaki pincang yang maknanya sebagai sosok kawula atau umat. Ia memiliki cacat fisik yang lain yaitu tangan yang ciker atau patah yang maknanya tidak suka mencuri. Cacat yang lain yaitu matanya juling artinya ia tidak mau melihat hal-hal yang tidak baik dan mengundang kejahatan.





Berikutnya adalah tokoh petruk yang berhidung panjang. Berbeda dengan pinokio yang hidungnya panjang karena berbohong, tetapi hidung petruk panjang sampai mulutnya tertutup oleh hidungnya.  Maknanya ia tidak banyak bicara tetapi banyak kerja. Makna hidung panjang yaitu ia dapat mencium dan merasakan keadaan di sekitarnya. Ia tanggap akan kehidupan masyarakat di sekeliling­nya.






Punokawan yang terakhir adalah Bagong. Bagong ada­lah pribadi yang tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Ia juga tidak pernah marah dan tidak pernah protes atas masalah-masalah hidup yang dialaminya.

Sabtu, 16 Desember 2017

Pendekatan Iceberg (Gunung Es) dalam Pembelajaran Matematika Realistik: Refleksi Perkuliahan Pertemuan ke-9 dan 10 (21 dan 28 Nov 2017)

Pendekatan Iceberg (Gunung Es) dalam Pembelajaran Matematika Realistik
Refleksi Perkuliahan Filsafat Bersama Prof. Marsigit 

Oleh: Irham Baskoro
17709251004
PPs Pendidikan Matematika UNY 2017


            Perkuliahan filsafat bersama Bapak Prof. Marsigit pada tanggal 21 November dan 28 November 2017 membicarakan mengenai pendekatan iceberg (gunung es) dalam pembelajaran matematika relistik. Seperti terlihat dalam ilustrasi gunung es di dalam gambar (iceberg), bahwa puncak dari gunung es adalah bagian gunung yang paling terlihat dari luar. Puncak dari gunung es diibaratkan matematika formal yang berisi notasi-notasi atau simbol-simbol matematika yang abstrak. Matematika formal inilah yang paling disorot, menghiasi banyak literature, buku-buku matematika, dan soal-soal Ujian Nasional Matematika.
Yang perlu disadari bahwa formal notation tersebut sebenarnya dibangun dari tahapan-tahapan yang hirarkis, mulai dari dasar gunung es yang berupa matematika dalam kehidupan sehari-hari (mathematics world orientation).  Setelah itu, hal-hal dalam kehidupan sehari-hari tadi dibawa sedikit ke atas yaitu menjadi model kongkrit (model material). Ditahap ini, sesuatu yang nyata tadi dapat disajikan dalam bentuk gambar. Setelah itu tahap diatasanya adalah model formal, dimana siswa sudah mulai dapat membangun pengetahuannya walaupun masih mengandalkan model. Kemudian di puncak tertinggi adalah matematika formal, yang melibatkan simbol-simbol atau notasi-notasi yang abstrak tanpa melibatkan model lagi.



Bagi saya, pendekatan iceberg dalam pembelajaran matematika ini sangat menarik dan sangat membantu. Sayapun berusaha membuat suatu model iceberg untuk menerangkan pengurangan suatu pecahan (seperti pada gambar). Pada tahapan paling dasar, siswa mengenal kue atau pizza dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian pada tahap diatasnya (model material / model kongkrit) kue tersebut dipotong-potong membentuk bagian-bagian pecahan. Selanjutnya model diatasnya adalah model formal dimana pemodelan sudah mengarah pada konsep matematika bahwa pecahan adalah bagian dari seluruh. Selanjutnya pada tahap paling atas adalah matematika formal dengan melibatkan angka, simbol atau notasi, yang dalam hal ini adalah  1 - 1/4 = 3/4.

Untuk itu ketika mengenalkan konsep matematika pada siswa khususnya siswa SD, guru dapat memulai menerangkan dari sesuatu yang kongkrit terlebih dahulu (aposteriori). Para siswa bisa belajar setelah mereka melihat. Mereka bisa memahami suatu konsep pecahan 1/4 setelah melihat kue atau pizza yang dibagi menjadi empat bagian sama besar. Jangan sampai kita sebagai guru terburu-buru menerapkan pembelajaran matematika dengan angka-angka, simbol yang bersifat analitik di awal pembelajaran. Tahapan gunung es (iceberg) ini akan menuntun siswa untuk membawa matematika dalam kehidupan sehari-hari menuju matematika dengan formal notation.
*) Irham Baskoro

Senin, 16 Oktober 2017

Ketika Aku Mengarungi "Narasi Besar Dunia"


Refleksi Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika Pertemuan ke-4
Dosen Pengampu: Prof.Dr. Marsigit, MA.
Tanggal 10 Oktober 2017

Oleh: Irham Baskoro
NIM: 17709251004
Pendidikan Matematika Pascasarjana (Kelas A)
Universitas Negeri Yogyakarta



      Sore itu, tanggal 10 Oktober 2017, aku mengikuti kuliah Filsafat Bapak Prof Marsigit pertemuan ke empat.  Kebetulan kelasku mendapat jadwal kuliah filsafat tiap hari Selasa jam terakhir (jam setengah empat sore). Dengan memanfaatkan spidol dan papan tulis, Pak Marsigit mengawali perkuliahan dengan menggambar timeline. Suatu garis waktu yang ujungnya berupa laut dengan kapal dan ikan-ikannya. Akupun mulai bingung? Gambar apa sih itu? Ya begitulah aku, selalu bingung dengan hal-hal filsafat. Tetapi Alhamdulillah aku bingung, karena itu pertanda aku mulai berfikir. Pak Marsigitpun melanjutkan ekspository-nya. Beliau menjelaskan bahwa orang yang berfilsafat itu sedang mencari air yang jernih di lautan sana. Sehingga kita, para ikan-ikan di dalamnya akan sehat dan dapat berenang dengan nyaman. Namun zaman sekarang, ikan-ikan di laut pada berloncatan, stress, terbang, bahkan terapung. Salah satunya karena muncul berita-berita hoax, berita tipu-tipu, atau informasi bohong dan tidak rasional yang tak terbendung menyebar di berbagai media.
      Untuk mencapai kejernihan berfilsafat, bahasa menjadi salah satu kuncinya. Sebenar-benar kamu adalah bahasamu. Sebenar-benarnya hidupmu adalah bahasamu. Sebenar-benar rumahku adalah bahasaku. Sebenar-benar pikiran adalah bahasa. Dalam perkuliahan, bahasa dapat terwujud dalam suatu karya ilmiah seperti tesis atau disertasi. Kalau kamu plagiat dalam membuat karya tulis ilmiah, tesis, atau disertasi, maka itulah jiwamu yang sebenar-benarnya yaitu jiwa bohong atau jiwa plagiat.
      Dalam pikiran kita, filsafat hanya ada dua perkara saja, yaitu bagaimana menjelaskan pada orang lain dan bagaimana aku mampu memahaminya. Namun sepanjang akhir zaman tiada satu orangpun yg berhasil menggapainya, sampai-sampai Socrates menyatakan bahwa sebenar-benar diriku tidak mengerti apapun. Sehingga sebenar-benarnya diriku dalam kenyataan adalah bersifat kontradiksi atau A tidak sama dengan A. Sebenar-benar diriku tidak mampu menujuk siapa diriku, sebab disaat aku belum selesai menunjuk, aku sudah ganti dari aku yang tadi menjadi aku yang nanti, karena filsafat terikat ruang dan waktu. Menunjuk diriku saja tidak mampu, apalagi menunjuk orang lain. Jika berbicara tentang keberadaan Tuhan, maka Tuhan tidak terikat oleh ruang dan waktu seperti layaknya manusia. Tuhan di pagi hari tidak berbeda dengan Tuhan di sore hari. Namun ternyata tidak semua umat meyakininya. Bapak Marsigit mengambil contoh masyarakat Jepang. Mereka menganggap Tuhan mereka adalah matahari, yang cerah di pagi hari, redup di sore hari, dan hilang di malam hari. Orang Jepang juga mempercayai bahwa Tuhan mereka (shinto) bersifat plural (banyak), seperti Tuhan Gunung, Tuhan Bumi, Tuhan Bulan, dan lain-lain.
      Pak Marsigit melanjutkan pemaparannya. Akupun semakin asyik mendengarkan kata demi kata beliau. Beliau mengatakan bahwa "Diriku yang di alam pikiran itulah diriku yang idealis". Itulah identitas atau A sama dengan A. Itulah mengapa matematika bersifat abstrak (hanya di alam pikiran). Dalam mengajarkan matematika pada anak, matematika yang berada di alam pikiran itu harus diturunkan ke bawah untuk menjadi matematika yang nyata, kongkret, dan berdasar pengalaman sehari-hari. Pemaparan itu menyadarkanku bahwa ternyata aku masih terlalu abstrak dalam memberikan bimbingan atau les matematika pada anak SD.
      Pak Marsigit juga mengatakan bahwa sebenar-benar musuh filsafat adalah tidak tuntas. Sehingga beliau memberikan pesan bahwa jangan berani-berani berfilsafat di luar ruang dan waktunya. Tidak usah terlalu banyak berfilsafat ketika berinteraksi dengan tetangga, pedangang, sopir, atau kernet. Secerdas-cerdas kita adalah kita yang bisa menempatkan dan menyesuaikan ruang dan waktu. Jangan sampai usai kuliah filsafat, ketika ayah atau ibu bertanya "kamu bawa apa nak??" lalu kujawab "Aku bawa oleh-oleh hakikat", ha...ha..ha... sontak kamipun tertawa mendengarnya.
      Sifat idealistis itulah yang akan menuju absolutisme. Absolutisme itu bersifat mutlak atau wajib yaitu kebenaran dari Tuhan (Allah SWT). Maka perintahmu kepada adikmu, peraturan gubernur, peraturan lurah, peraturan menteri, peraturan presiden pada rakyatnya, semuanya hanyalah wajib relatif. Wajib absolut hanya dari Tuhan atau Allah SWT, atau siapapun yang mampu merefer dari peraturan Tuhan / Allah SWT, baik dalam ayat-ayatNya, hadist-hadist, dan lain sebagainya.
     Hingga tak terasa kami dibawa pada filsafatnya Plato dan Aristoteles. Filsafat antara yang dipikiran dan yang ada di kenyataan itu berkaitan dengan Platonism VS Aristotelianism. Kalau Platonism lebih pada yang ada di pikiran (idealism). Platonism menganggap sebenarnya semua hal sudah ada. Pesawat drone pada zaman plato sebenarnya sudah ada, hanya manusia belum bisa menemukannya. Kenapa kok belum bisa menemukannya? Karena manusia terperangkap dalam badan mereka. Sehingga sebenar-benarnya ilmu menurut Plato adalah pikiran. Hal ini ditentang oleh Aristoteles yang tidak lain adalah murid dari Plato sendiri. Aristoteles menyatakan bahwa sebenar-benar ilmu adalah kenyataan. Bapak Marsigit mencontohkan aliran platonism yaitu istri beliau ada satu, sementara dalam pandangan aristotelianism, istri Pak Marsigit ada banyak bahkan lebih dari sekedar poligami, seperti antara lain istri yang pakai batik, istri yang sedang masak, istri yang di sekolah, istri yang sedang tidur, istri yang bangun tidur, dan lain sebagainya. Itupun baru istri yang tadi (yang sudah), belum istri yang nanti (akan datang). Istriku dengan 1000 pangkat 1000 sifat, tidak bisa disebutkan satu per satu.
      Waktu terus berjalan tanpa istirahat. Pikirankupun tak hentinya mengembara seiring berjalannya timeline yang dipaparkan oleh Bapak Marsigit. Hingga pada suatu titik beliau menjelaskan bahwa pikiran sebagai logika. Logika itu bersifat analitik. Begitulah pola pikir orang matematika murni bahwa yang penting berfikir logis, mulai dari definisi, lalu aksioma, lalu teorema satu, teorema dua, ...teorema seribu. Lawannya adalah kenyataan yang bersifat sintetik. Pak Marsigit berpesan bahwa dalam mengajarkan matematika pada anak, jangan menggunakan matematika murni karena akan membuat intuisi anak menjadi hancur dan berantakan. Menjelaskan bilangan 2, bukan dengan definisi. Melainkan dua itu telinga kita, tangan kita, orang tua kita, dan hal-hal sepasang lainnya.
      Dalam kehidupan sehari-hari, Pak Marsigit mencontohkan seorang komentator bola voli, yang tiada henti mengkomentari jalannya pertandingan bola voli menggunakan pengeras suara tetapi mengabaikan azan Maghrib. Maka orang tersebut dianggap tidak mempunyai intuisi tentang sholat. Seharusnya orang yang memiliki intuisi tentang sholat maka ia akan berhenti dulu menjadi komentatornya, lalu menjalankan Sholat Maghrib, setelah itu baru dilanjut lagi menjadi komentator. Penerapan intuisi lainnya yaitu, dalam kehidupan berumah tangga. Seorang istri seharusnya curiga bila suami membeli handphone baru. Terlebih jika membeli handphone lebih dari satu. Tanpa kemampuan intuisi, istri bisa kehilangan suami atau suami bisa kehilangan istri. Jadi sebenarnya hidup ini sekitar 90% nya adalah menggunakan intuisi, sementara matematika murni hanya skitar 2% atau maksimal sekitar 5% berpengaruh dalam hidup kita. Jadi ciri intuisi itu: "tidak tahu kapan dan dari mana datangnya, yang penting aku ngerti."
      Lebih lanjut Pak Marsigit mengungkapkan logika analitik (true justification) itu seperti sistem kerja pada handphone. Handphone bisa melakukan operasi tanpa kenyataan, asalkan yang penting logis saja. Sekali lagi bahwa semua yang dikerjakan oleh handphone bersifat analitik, tidak sesuai kenyataaan. Begitulah kerja atau pola pikir matematika murni, yang menurut Immanuel Kant dikatakan belum berilmu. Maka Imanuel Kant mengkombinasikan antara sintetik dan apriori menjadi sintetik apriori. Apa itu apriori? Pak Marsigit menerangkan dengan contoh: matematikawan dapat menghitung jarak bumi dengan Planet Mars, padahal belum pernah kesana,, matematikawan bisa menghitung suhu Planet Mars padahal belum kesana. Pada intinya logis apriori itu: "belum ada data tapi kok bisa ngomong?" Disini aku mulai memahami apa makna apriori. Pak Marsigit kemudian melanjutkan dengan menerangkan aposteriori. Aposteriori adalah dunia bagian bawah atau dunianya anak-anak. Aposteriori adalah memahami sesuatu setelah mendengarkan, mengalami atau mendengarkan. Aposteriori juga dapat terjadi pada dunia binatang. Contohnya seekor kucing baru akan menggerak-gerakkan ekornya setelah melihat tikus yang lewat. Maka Imanuel Kant mengambil jalan tengah sintetik apriori sebagai konsep sebenar-benarnya ilmu.
     Aku mulai sedikit memahami tentang filsafat, walau mungkin pemahamanku tak lebih dari satu persen dan tak lebih dari butiran-butiran debu. Sedikit demi sedikit, mata, pikiran, dan hatiku terbuka dan siap menangkap lagi ilmu-ilmu yang baru. Kali ini Pak Marsigit menjelaskan antara prinsip dan bayang-bayang. Diatas langit itulah sebenar-benarnya prinsip, sementara bumi adalah bayanganya. Bolpoin adalah prinsip, sementara tulisannya adalah bayang-bayangnya. Orang tua adalah prinsip, sementara anak-anak adalah bayangannya. Maka hindari menyalahkan anak anda, karena itu sama saja menyalahkan anda sendiri. Seperti peribahasa tepuk air kena muka sendiri. Jangan mengeluh kalau murid anda suka mencontek, barangkali dulu anda suka mencontek. Lebih lanjut Pak Marsigit mengungkapkan bahwa sebenar-benarnya prinsip adalah kuasa Tuhan (absolut/monoism) seperti yang tercantum dalam kitab suci. Prinsip terdiri atas prinsip identitas (Tuhan) dan prinsip kontradiksi (kenyataan).
     Seiring wafatnya Compte (1857), faham atau fenomena Compte menjadi berkembang. Ia menyatakan bahwa agama tidak logis dan tidak dapat untuk membangun dunia. Agama diletakkan di lapis terbawah, kemudian di atas agama adalah filsafat, kemudian di atasnya lagi adalah saintifik. Mungkin sepintas kita menolak fenomena Compte ini. Negara kita adalah Pancasila yang menjunjung aspek Ketuhanan atau dimensi spiritualitas pada nomor utama. Namun kenyataannya, handphone, internet, Whatsaap, Facebook, seolah tak lepas dari kehidupan kita. Jangan heran kalau kita jadi lebih mementingkan watshaap, dari pada sholat atau ibadah. Jangan heran kalau kita lebih berjuang mendapatkan smartphone, dari pada sedekah.  Jadi jangan kita menunjuk telunjuk pada Compte yang merendahkan agama, sementara empat jari yang lain ternyata mengarah pada keburukan kita sendiri. Pemaparan ini telah mengingatkanku bahwa ternyata aku masih sering meletakkan agama dibawah kepentingan-kepentingan lainnya. Semoga refleksi perkuliahan kali ini membuka pikiran dan hatiku agar kehidupanku kedepannya menjadi lebih baik.
       Di akhir perkuliahan ini, Bapak Marsigit menceritakan kisah mengenai seorang Resi bernama Resi Gutawa yang sangat baik, sangat dekat dengan malaikat, dan sangat dekat dengan Tuhannya. Ia memiliki istri yang sangat cantik bernama Dewi Windarti dan dikaruniai tiga orang anak bernama Guarso, Guarsi, dan Anjani. Saking cantiknya ada seorang dewa yang tertarik dengan Dewi Windarti, hingga terjadilah sebuah skandal. Kemudian Sang Dewa memberikan Cupu Manik Astagina kepada Dewi Windarti. Dewi Windarti menerima begitu saja cupu tersebut. Di era sekarang, Pak Marsigit mengibaratkan Samsung (smartphone) sebagai Cupu Manik tersebut. Kita tidak tahu smartphone ini memuat berapa kontak, berapa negara yang terlibat dalam pembuatannya, dan di-packing dimana. Kita hanya tertarik saja, untuk whatsaap, facebook, internetan, sampai lupa makan, lupa mandi, lupa sholat, lupa anak, lupa suami. Begitulah yang dilakukan Dewi Windarti. "Hei Windarti, kamu pegang apaaa??" Teriak Resi. Namun Windarti hanya diam dan tetap asyik memainkan cupu tersebut. Kemudian dikutuklah Dewi Windarti: Jadi Patung Kau!! Jadilah patung Dewi Windarti. Kemudian dibuanglah Cupu itu ke danau. Namun kemudian ketiga anaknya berusaha mendapatkan cupu tersebut dan rela nyemplung ke dalam danau. Padahal cupu tersebut telah membuat siapa saja yang masuk danau tersebut akan menjadi monyet. Akibatnya anak-anak resi menjadi monyet. Begitulah Samsung (smartphone) telah berhasil membuat orang-orang di seluruh dunia menjadi patung dan monyet. Dalam kehidupan sehari-hari, misal saat pulang sekolah, pulang kuliah, atau pulang kerja, sering kita langsung pegang HP, tidak ada dialog dengan orang tua, kerabat atau tetangga. Semua asyik dengan gadgetnya masing-masing. Secara tidak langsung, sebenarnya kita semua telah dikutuk menjadi patung-patung dunia. Semoga refleksi ini bisa menyadarkan kita, khususnya aku sendiri, sehingga dapat menjadi manusia yang lebih baik serta hidup dalam suasana yang baik seperti ikan-ikan dalam air yang jernih, bebas dari polusi maupun limbah.

Irham Baskoro
17709251004
Pend. Matematika A, PPs UNY 2017

Bertanya dan Bertanya

Refleksi Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika Pertemuan ke-3
Dosen Pengampu: Prof.Dr. Marsigit, MA.
Tanggal Kuliah : 3 Oktober 2017

Oleh: Irham Baskoro
NIM: 17709251004
Pendidikan Matematika Pascasarjana (Kelas A)
Universitas Negeri Yogyakarta

      Hari Selasa yang dinanti-nanti akhirnya tiba lagi. Sore hari aku dan teman-teman segera menuju ke Gedung Baru Pascasarjana untuk kuliah Filsafat bersama Bapak Dosen Prof Marsigit. Pertemuan ketiga ini diawali dengan tes jawab singkat. Berikut ini beberapa istilah filsafat atau aliran-aliran yang muncul dalam tes tersebut beserta penjelasan sederhananya.

⦁ Disharmoni  = filsafat orang sakit, lawannya adalah harmoni  atau orang sehat
⦁ Simbolism  = aliran filsafat yang menggunakan simbol-simbol atau isyarat
⦁ Mitos = orang yang tidak tidak berfikir (tidur), lawannya logos yaitu berfikir
⦁ Skeptism  = Ragu-ragu / kamu ngapain?
⦁ Determin = Mendirect atau menyebabkan orang lain bergerak sesuai keinginan saya.
⦁ Fiksi  =  Andai kata, alirannya fiksionism
⦁ Subjektivism = Menurut saya
⦁ Objektivism = Menurut anda
⦁ Teleologi = Perkiraan saya
⦁ Utilitarian  = Nilai guna
⦁ Relativism = Tergantung sikon
⦁ Idealism = Yang baik
 Foundasionalism = janji
⦁ Intuisionism = lupa
⦁ Reduksionism  = Fokus
⦁ Monoism  = satu atau tunggal
⦁ Nihilsm = Tak ada
⦁ Hermeneutika = Diulang
⦁ Infinity regress = dan seterusnya tak hingga
⦁ Authoritarian = Perintah saya.
⦁ Kapitalism = uang..uang.. dan uang... Ada uang abang sayang..
⦁ Analitik = Sesuatu yang penting bisa dinalar
⦁ Aposteriori = Belum ketemu / belum lihat, kok suruh ngerti?

        Ilustrasi istilah di atas hanya dibuat sederhana agar mudah diingat saja. Setelah usai pembahasan tes jawab singkat, perkuliahan berlanjut dengan sesi tanya jawab. Kami menuliskan beberapa pertanyaan dalam kertas dan kemudian pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab oleh Pak Marsigit.

1. Pertanyaan dari Saudari Vidya:  “Mengapa orang hidup ada yang rajin ada yang malas?”
Bapak Marsigit menjawab: Sebenar-benar orang hidup adalah rajin dalam kemalasan dan malas dalam kerajinan. Kita semua dapat dikatakan malas, dapat pula dikatakan rajin. Rajin dan malas itu sangat relatif. Tidak semua yang rajin itu baik dan tidak semua yang malas itu buruk. Rajin mengambil milik orang lain, rajin menggunjing orang lain, rajin mencela orang lain, adalah contoh rajin yang tidak baik. Maka sangat berbahaya jika sesorang itu rajin setiap saat. Sementara kita perlu malas terhadap hal-hal yang buruk, seperti malas terhadap korupsi, malas terhadap kejahatan, dan lain-lain. Kalau kita hanya membayangkan rajin hanya dalam konteks rajin bekerja, malas belajar, maka hal itu terlalu parsial dan terlalu mengkotak-kotakkan.

2. Pertanyaan dari Saudari Ghina Sastmita Pratama: “Apa satu hal yang ingin Bapak Marsigit ubah di dunia ini?”
Bapak Marsigit menjawab: Saya tidak mempunyai kapasitas untuk mengubah dunia. Visi dan Misi saya adalah supaya dunia mampu berfikir bahwa masing-masing hidup dan mati sesuai dengan dunianya. Bapak Marsigit mencontohkan suatu mesin. Mesin ketika tidak mengeluarkan asap dan tidak mengeluarkan bunyi, maka mesin itu dikatakan mati. Dalam berfilsafat, ketika sesorang tidak berfikir maka matilah dia. Bapak Marsigit memberikan contoh orang-orang yang tidak berfikir yaitu mereka yang tawuran, mudah emosi, atau sering melakukan peperangan antar warga. Maka seorang Filsuf yang memandang kejadian tersebut akan mengatakan bahwa “aku sebenar-benarnya sedang menyaksikan mayat-mayat yang sedang berjalan”. Jika kondisi itu dipandang dalam dimensi yang lebih tinggi yaitu dimensi spiritualitas, sebenar-benar mereka (orang yang tawuran) adalah dalam keadaan tidak berdoa.
 Jadi sejatinya engkau berkuliah filsafat itu adalah engkau sedang dihidupkan supaya engkau berfikir. Dapat disimpulkan bahwa sebenar-benarnya hidup menurut filsafat adalah berfikir dan sebenar-benarnya hidup menurut spiritualitas adalah beribadah.

3. Pertanyaan dari Saudari Andy Gus Maulia: “Bagaimana Cara Mengatasi Keraguan?”
Bapak Marsigit menganalogikan dengan sebuah batu yang ragu-ragu. Batu tersebut ragu-ragu antara jatuh dan tidak jatuh. Analogi yang lain yaitu sebuah lokasi atau alamat rumah, apakah masuk wilayah DIY atau Jawa Tengah. Mungkin ketika bayar pajak masuk dalam wilayah DIY, tetapi ketika ada pembagian jatah sembako ikut wilayah Jateng. Pak Marsigit berpesan bahwa ragu-ragulah anda pada segala hal, tetapi jangan sekali-kali engkau ragu-ragu di dalam hati. Karena keraguan hati itu tidak lain adalah godaan syetan, maka sebenar2 menghilangkan godaan adalah memohon pertolongan Allah SWT, baik dengan berdoa dan memperbanyak dzikir.

4. Pertanyaan masih dari Saudari Andy Gus Maulia:  “Bagaimana menyelaraskan antara lisan dan pikiran?”
Bapak Marsigit menjelaskan bahwa kehidupan manusia tidak hanya berkutat pada sumbu X dan sumbu Y pada koordinat, melainkan ada ribuan kali ribuan sumbu bahkan 1 miliar dikali 1 miliar sumbu. Sumbu-sumbu itu seperti sumbu mendengar, sumbu ekonomi, sumbu perasaan, sumbu merasa, sumbu pikiran, dan seterusnya tidak ada selesainya (infinity regress). Untuk menyelaraskan sumbu-sumbu tersebut digunakan hermeneutika yang mengalir sesuai ruang dan waktu sesuai pola tiga dimensi spiral maju berkelanjutan linear dan siklik. Linear artinya (jam ini, detik ini, tanggal ini) tidak bisa berulang kembali, sementara siklik harapannya minggu depan masih berulang kembali hari yang sama, jam yang sama, detik yang sama. Linier dan siklik bergabung menjadi spiral maju berkelanjutan yang mana itulah sebenar-benarnya lintasan bumi mengelilingi matahari.

5. Pertanyaan dari Saudari Luthfi: “Kenapa kita hidup?”
Pak Marsigit menjawab kita hidup karena berfikir. Dalam dimensi spiritualitas dapat dinyatakan bahwa hidup adalah beribadah. “Barang siapa meninggalkan ibadah maka terancam kematian” Begitulah pandangan dari dimensi spiritualitas.

6. Pertanyaan dari Saudara Angga: "Apa perbedaan antara metafisika dan noumena?"
Yang bisa kita pahami dengan panca indera adalah fenomena. Memahami dengan panca indera dalam fenomena terbatas yang tergantung pada ilmunya adalah metafisik. Noumena adalah yang tidak dapat dipahami dengan panca indera. Contoh noumena adalah arwah.



Irham Baskoro
17709251004
Pend. Matematika A, PPs UNY 2017

Apa anda? Siapa anda? Mau kemana anda?


Refleksi Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika Pertemuan ke-1 dan ke-2
Dosen Pengampu: Prof.Dr. Marsigit, MA.
Tanggal Kuliah : 5 September 2017 dan 26 September 2017

Oleh: Irham Baskoro
NIM: 17709251004
Pendidikan Matematika Pascasarjana (Kelas A)
Universitas Negeri Yogyakarta

Pertemuan Pertama, 5 September 2017

       Hari ini menjadi hari pertamaku kuliah filsafat pada jenjang S2 bersama Bapak Prof Marsigit. Sore sekitar pukul setengah empat, kami memulai kegiatan perkuliahan filsafat di lantai 6 Gedung Sangat Baru Pascasarjana UNY. Hari pertama perkuliahan diisi dengan perkenalan dan sistem perkuliahan. 
      Pada awal perkuliahan ini, Pak Marsigit berkenalan serta mengartikan nama Marsigit secara klasik dan kontemporer. Secara klasik nama Marsigit terdiri dari mar yang artinya tersamar (tersamar itu ilmu) dan sigit artinya tampan. Sehingga nama Marsigit secara klasik berarti orang tampan yang selalu mencari ilmu. Sambil bercanda, beliau menyebutkan contoh dalam wayang yaitu Arjuna atau Janaka. Hanya saja kalau Arjuna selalu muda, sementara beliau bisa menua. Secara kontemporer Marsigit diartikannya sebagai Mars (Mars) artinya nama planet, lalu Si (see) artinya melihat, dan git (gate) artinya pintu gerbang. Jadi artinya keseluruhan nama Marsigit secara kontemporer adalah pintu gerbang untuk melihat Planet Mars :)
      Pada perkuliahan sore itu, Pak Marsigit juga menceritakan riwayat pendidikannya mulai dari raihan gelar BA, setelah itu ketingkat sarjana (gelar Drs), selanjutnya S2 PGSD konsentrasi matematika (gelar MA), lalu lanjut S3 Filsafat di Universitas Gadjah Mada dan mendapat gelar Doktor, selanjutnya mendapat gelar Profesor. Ini tentu sangat memotivasiku. Kini beliau sudah memiliki dua orang anak laki-laki dan tiga cucu perempuan.
      Pak Marsigit membuka kuliah dengan membaca Doa Al Fatihah. Diharapkan mahasiswa tidak bingung hatinya ketika berfilsafat. Silakan bingung di pikiran tapi jangan bingung di hati. Beliau berkata bahwa bingung dalam pikiran itu tandanya sedang memangun ilmu. Jangan sampai masuk kuliah jalannya lurus, tetapi setelah keluar kuliah jalannya jadi miring bahkan sesat. Jika mahasiswa masih bingung di hati, maka sebenarnya jiwanya belum matang dan belum disebut profesional. Pak Marsigit membuka kesempatan pada mahasiswanya untuk membaca komen pada blognya. Di dalam blog tersebut, terdapat banyak postingan mengenai filsafat, seperti elegi-elegi, tesis, antitesis, filsafat dalam pendidikan, dan lain-lain. Kemudian setelah selesai membaca postingan, para mahasiswa dapat membuat komen pada postingan tersebut.

Pertemuan Kedua, 26 September 2017

      Seperti biasa, hari Selasa setelah Sholat Ashar, aku menuju ruang kuliah di lantai 1 Gedung baru Pascasarjana untuk mengikuti perkuliahan filsafat oleh Pak Prof. Marsigit. Pada pertemuan kedua ini, Pak Marsigit mengadakan Tes Awal (Tes Penempatan). Tes ini berbentuk tes jawab singkat. Tes terdiri dari 25 soal. Sayangnya aku mendapatkan nilai 0 pada tes ini. Tidak ada satu soalpun yang bisa aku jawab dengan benar. Teman-temanku juga banyak mendapat nilai 0. Beberapa yang lain ada yang benar satu jawaban dan mendapat nilai 4.
      Kemudian Pak Marsigit memberi pesan pada para mahasiswa agar selalu baca, baca, dan baca. Harapan Pak Marsigit, justru dengan mendapatkan nilai 0, para mahasiswa dapat memulai belajar dari bawah. Syarat bisa belajar filsafat adalah ikhlas hati dan ikhlas pikiran. Berikut adalah 25 pertanyaan filsafat yang saya rangkum beserta pembahasannya.

1. Apa anda itu?
Hakikat. Kata tanya "apa" menanyakan tentang hakikat. Filsafat dibangun berdasarkan 3 pilar yaitu: hakikat/makna, metode dan manfaat. Dalam filsafat istilahnya yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Anda naik dimensinya jika belajar filsafat. Dengan belajar filsafat, anda menjadi orang khusus dan bukan lagi orang awam.

2. Siapa anda?
Potensi. Jika dinaikkan dalam dimensi spiritual disebut ciptaan Tuhan. Ciptaan Tuhan berupa potensi. Potensi sebarang belum mempunyai arah. Potensi seorang anak bisa baik atau buruk, tergantung pada yang mengarahkan.

3. Mengapa anda?
Bertanya. Aktivitas bertanya merupakan awal dari ilmu.

4. Darimana anda?
Terpilih. Potensi terbagi menjadi potensi takdir dan potensi ikhtiar. Batu mempunyai dua potensi. Tercipta ditakdirkan dan dapat berubah karena cuaca, campur tangan manusia, dan lain-lain. Potensi ikhtiar adalah potensi untuk berubah, bukan karena manusia saja, namun bisa karena sistem alam semesta. Maka kita sungguh dari yang terpilih. "Siapa yang memilih?"   Tuhan.

5. Mau kemana anda?
Memilih. Memilih istri, memilih suami, memilih mobil, memilih pandangan , memilih pegang, dengar, lihat, memilih langkah, memilih ke depan.. itulah ikhtiarmu. Hidup itu adalah pilihan. Mau kemana anda? Mau memilih apa? whatever. Kenapa kamu keluar lewat pintu, kok tidak keluar lewat jendela. Itulah pilihan. Hanya orang-orang terhormatlah yang memilih belajar filsafat. Filsafat adalah dunianya para dewa. Ayam adalah dewanya cacing. Pak Rektor adalah dewanya kita. Bahkan dirimupun adalah dewa bagi dirimu yang tadi.

6. Siapa nama anda?
Dunia / icon. Segala sesuatu memiliki dunianya masing-masing. Dunia batu, dunia jilbab, dunia bola, dan lain-lain.

7. Dengan siapa anda?
 Dengan Pikiran

8. Siapa di belakang anda?
Epoke. Pak Marsigit menjelaskan epoke dengan mengilustrasikan sebagai berikut. Aku punya istri, punya anak, dan punya cucu di rumah. Tetapi ketika aku sedang mengisi perkuliahan disini, aku masukkan mereka dalam epoke. Epoke kalau dalam bahasa sederhananya adalah egepe, emang gua pikirin. Semua yang di belakangku sementara aku masukkan dalam epoke. Sehingga jikalau tidak mempunyai epoke, bisa berakibat gawat dan bisa stress. Jadi sebenarnya "lupa" itu penting. Hal ini dapat diterapkan ketika mengajar matematika, ketika guru menjelaskan balok dan mengilustrasikan dengan bentuk ruangan kelas. Ruang kelas ini dianggap berbentuk balok, dengan mengabaikan jam di dinding, jendela, korden, dan AC, semua hal yang mengganggu bentuk keruangan balok.

9. Siapa di depan anda?
 Fenomena

10. Siapa di atas anda?
 Transenden. Transenden adalah dunianya itu para dewa.

11. Siapa di bawah anda?
 Bayang-bayang. Setiap kita pergi, maka kita akan diikuti bayang-bayang. Kalo dalam cerita pewayangan dinamai Bagong. Bagong hampir sama dengan Semar. Bayang-bayang itu adalah dunianya. Transenden itu idealnya. Resep makanan itu transenden (rumusnya), bayang-bayangnya adalah nasi goreng. Kita hidup di dunia berbayang-bayang dari agama, hadist, dan seterusnya. Ketika adikmu mengikuti perintahmu, maka adikmu adalah bayang-bayang dari dirimu.

12. Siapa orang tua anda?
 Jiwa. Orang tua anda adalah yang berjiwa. Jika ditanya siapa orang tua anda dan anda hanya menjawab Bapakku Paimin. Maka anda hanya mementingkan kata atau nama. Jika anda menjawab Bapak saya Gede Duwur, maka anda hanya mementingkan fisiknya. Jika menjawab Bapak saya adalah Pak RT ,maka hanya mementingkan jabatannya.  Maka sebenar-benar orang tua anda adalah jiwa.

13. Apa tujuan anda?
 Saksi. Sebesar-besarnya tujuan berfilsafat adalah hanya menjadi saksi.

14. Anda sedang ngapain?
 Mengada. Sebenar mengada adalah perubahan. Sebenar-benar hidup adalah mengada.

15. Karya anda itu apa?
 Pengada. Pengada adalah hasil dari mengada. nilai kuliah. Hidup manusia adalah mengada dan pengada. Sebenar-benar belajar adalah mengada yang ada dan mungkin ada. Mudah untuk mengubah yang mungkin ada menjadi ada. Cukup dengan mengetahui satu sifat dari ribuan sifat yang ada, maka yang mungkin ada tersebut menjadi ada. Yang ada di dalam pikiran kita itu sedikit sekali, masih banyak hal yang belum kita ketahui.

16. Apa pilihan anda?
 Abstraksi

17. Apa idola anda?
 Syetan.. Idola atau Idol adalah penggoda utama. Idola anda adalah potensi gelap, potensi hitam atau potensi buruk. Potensi buruk itu menuju neraka, potensi baik menuju surga. Dunia itu hanya antara baik atau buruk.

18. Anda dimana?
 Di perbatasan. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mendorong atau memotivasi para mahasiswa. Semua ilmu akan kalah dengan maksud atau motif atau keinginan. Misal kamu ingin menjadi dokter gigi, maka semua ilmu yang kamu pelajari tidak ada artinya. Setinggi-tinggi ilmu akan kalah dengan maksud, maka kendalikanlah keinginanmu yg kurang baik karena akan mengalahkan ilmumu. Perbatasan disini maksudnya batas antara jelas dan tidak jelas, nyaman dan tidak nyaman. Ilmu munculnya dari perbedaan, perbedaan akan memunculkan batas.

19. Siapa kekasih anda?
 Milikmu.

20. Apa yang anda benci?
 Mitos. Nyaman itu mitos, maka sebenar-benar nyaman adalah perjalanan ketidaknyamanan. Nyaman dalam satu titik adalah mitos, sebenarnya dia tidak nyaman. Mitos itu berarti diam dan berhenti berfikir. Anda yang sudah merasa jelas itu juga adalah mitos, karena selanjutnya pasti tidak mau belajar lagi.

21. Rumahmu dimana?
Bahasa..  Pak Marsigit mencontohkan bahwa Blog Power Mathematics yang beliau buat  adalah rumah beliau. Silakan untuk berkunjung ke rumah beliau kapan saja.  Disitulah bahasa Pak Marsigit. Maka sebenar-benar dirimu adalah bahasamu. Filsafat bahasa adalah filsafat yang sekarang berlaku (kontemporer). "Karaktermu tergantung pd bahasamu", "kata-katamu, lisanmu, cuap2mu, baik secara langsung, maupun lewat media, facebook, dan lain-lain akan menentukan pribadimu." Begitu kata Pak Marsigit. 

22. Pekerjaanmu apa?
 Membaca. Sebenar-benar filsafat adalah membaca. Tidaklah ada filsafat kalau tidak membaca.

23. Bacaanmu apa?
Yang ada dan yang mungkin ada. Laboratorium filsafat adalah seluruh alam semesta.

24. Nyanyianmu apa?
 Etik dan Estetika. Yaitu nyanyian kebaikan/ keindahan.

25. Pikiranmu dimana?
Di yang ada dan yang mungkin ada.

       Sebelum perkuliahan sore itu ditutup, ada satu pertanyaan muncul dari mahasiswa Apa definisi bahagia menurut Bapak? Pak Marsigit menjawab bahagia menurut saya adalah yang sesuai ruang dan waktunya. Bayangkan kalau seorang wanita hamil di usia 70 tahun, tentu menyedihkan, karena tidak sesuai ruang dan waktunya.  Kini Pak Marsigit sudah berumur 60'an tahun, sudah mempunyai 2 anak dan 3 cucu, serta sudah mendapat gelar Prof. Ini tentu sesuai dengan ruang dan waktunya. Dan kemudian beliau menambahkan, bahwa bagi orang yang beriman, jika usia semakin tua, maka jarak dengan Tuhan akan semakin dekat.

Irham Baskoro
17709251004
Pend. Matematika A, PPs UNY 2017