Senin, 01 Februari 2016

~ Buku Komik Berbahasa Jawa ~
Sebuah Karya Esai
Oleh: Irham Baskoro, S.Pd
Yogyakarta


            Bagi sebagian masyarakat, penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari masih kerap disepelekan. Hal serupa juga terjadi di lingkungan sekolah. Ketika kegiatan belajar mengajar di kelas, materi muatan lokal Bahasa Jawa seolah masih dianak-tirikan. Siswa cenderung meremehkan Bahasa Jawa dan menganggapnya tidak penting dibandingkan pelajaran-pelajaran yang lain. Bahkan saat Guru Bahasa Jawa menjelaskan materi, beberapa siswa malah mengerjakan sesuatu yang lain, seperti latihan-latihan Matematika, PR Fisika, atau belajar pelajaran yang lain. Disamping itu, eksistensi muatan lokal Bahasa Jawa yang tidak masuk dalam salah satu bahan yang diujikan pada Ujian Nasional, menjadikan Bahasa Jawa hanya sebagai pelengkap penderitaan siswa di sekolah.
            Namun dalam kenyataannya, Bahasa Jawa adalah bahasa yang hampir selalu mereka pakai dalam berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menggunakan Bahasa Jawa atau lebih tepatnya kategori basa ngoko ketika berkomunikasi dengan kawan sebayanya. Bahkan di dalam kelas yang suasannya formalpun, Bahasa Jawa masih digunakan oleh para siswa untuk berkomunikasi dengan teman-temannya, seperti: “Aku nyilih setip ( Saya pinjam penghapus), “Wis garap PR hurung?” (Sudah mengerjakan PR belum?), “Ulangane kok angel banget.” (Ulangannya kok susah sekali), dan sebagainya. Walaupun Bahasa Jawa hanya dipelajari satu jam atau dua jam pelajaran dalam satu minggu di sekolah, namun aplikasinya mereka gunakan hampir sepanjang hari. Alangkah baiknya jika pengetahuan Bahasa Jawa yang mereka miliki mumpuni mengingat Bahasa Jawa memiliki aturan tingkatan tutur (unggah ungguh) yang rawan sekali terjadi salah kaprah pada aplikasinya di masyarakat.
            Buku komik sebagai buku cerita dengan seni mengkombinasikan gambar dan kata-kata dapat dijadikan media alternatif untuk pendidikan Bahasa Jawa yang baik, benar, dan menyenangkan. Seperti yang kita tahu, bahwa pecinta komik tidak hanya kalangan anak-anak, tetapi orang dewasa bahkan orang tuapun masih menggemari cerita bergambar ini. Namun karena kurangnya pasokan komik-komik lokal atau dalam negeri, masyarakat Indonesia malah kepincut komik luar negeri. Maraknya komik impor masuk ke Indonesia, membuat pemerintah kesulitan dalam memilah komik-komik apa saja yang layak untuk dibaca. Ambil saja contoh komik Crayon Sinchan. Sekilas komik asal Jepang ini terkesan lucu dan cocok untuk semua kalangan, namun ada cerita atau gambar yang mengandung unsur seksualitas di beberapa bagian yang sebaiknya tidak disuguhkan pada anak di bawah umur. Komik berjudul Detective Conan juga banyak digandrungi anak-anak, remaja sampai orang dewasa. Namun pada beberapa bagian cerita terdapat unsur kekerasan dalam bentuk visual seperti gambar-gambar pembunuhan. Disamping itu, komik impor telah mengalami terjemahan dari bahasa aslinya. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada pengurangan kualitas substansi atau isi cerita. Untuk membendung atau setidaknya mengurangi arus buku-buku komik impor tersebut, yok kita mulai mempromosikan buku komik Bahasa Jawa. Komik Bahasa Jawa diharapkan menjadi inovasi lokal yang mengangkat derajat buku komik ke arah yang lebih edukatif dan berbudaya.
Buku komik dapat digunakan sebagai media untuk belajar berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa. Untuk mengajarkan tata cara berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa, khususnya unggah-ungguh basa, usia dari masing-masing tokoh atau karakter yang ada dalam cerita komik dibuat heterogen. Tokoh atau karakter anak-anak, remaja, dewasa, orang tua bahkan lanjut usia, mutlak ada dalam cerita. Hal ini untuk memudahkan pembaca mempelajari cara berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa yang benar pada kawan sebaya, pada orang yang lebih tua, dan pada orang yang lebih muda. Seperti yang telah kita ketahui bahwa terdapat tiga tingkatan dalam Bahasa Jawa, yaitu krama (halus), madya(biasa), serta ngoko (pergaulan). Saat seorang anak bercakap-cakap dengan teman sebayanya, ia cenderung menggunakan bahasa ngoko. Tetapi ia akan menggunakan bahasa krama ketika berbicara dengan orangtua. Sebenarnya jika tingkatan tutur dalam Bahasa Jawa tersebut diperinci lagi, maka akan terdapat 13 tingkatan yaitu ngoko lugu, ngoko andhap antya basa, ngoko andhap basa antya, madyo ngoko, madyatara, madyakrama, mudokrama, kramantara, wredakrama, krama inggil, krama deso, basa kedaton (bagongan), dan basa kasar. Kebanyakan orang tidak memahami tingkatan-tingkatan Bahasa Jawa ini. Bahkan sebagian orang-orang Suku Jawa sendiri tidak tahu menahu tentang tingkatan-tingkatan ini. Sudaryanto (dalam Oktafiarni, 2014) menyebutkan fungsi dari tingkatan-tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa ini adalah:
1. Norma dan etika, yaitu digunakan untuk berkomunikasi di masyarakat atau dengan orang lain dengan melihat orang yang diajak bicara (lebih tua atau lebih muda).
2.Penghormatan dan keakraban, yaitu digunakan untuk menghormati orang yang diajak bicara supaya tidak dibilang tidak mempunyai tata krama dalam berbicara.
3.Pangkat dan status sosial, yaitu digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan melihat pangkat dan status sosialnya di dalam masyarakat tersebut.
Oleh karena itu, pada halaman belakang buku komik Bahasa Jawa dapat diberikan penjelasan mengenai apa itu tingkatan tutur (unggah ungguh) dalam Bahasa Jawa serta contoh kosakata dan kalimat sehari-hari.
Agar komik terkesan lebih menarik, pada beberapa bagian cerita dapat diselipkan tokoh-tokoh Punokawan seperti Gareng, Petruk, Bagong dan Semar. Tokoh-tokoh pewayangan seperti Pandawa juga bisa dilibatkan dalam cerita komik Bahasa Jawa ini. Sehingga peran komik Bahasa Jawa, selain mengajarkan tata cara komunikasi menggunakan Bahasa Jawa dengan baik dan benar, juga melestarikan budaya Jawa dalam bentuk pengenalan tokoh-tokoh pewayangan dan punokawan. Selain itu, guyonan-guyonan Jawa dan pantun Jawa (parikan) bisa disematkan di beberapa bagian cerita komik untuk menambah kesan humor.
Pengadaan buku komik Bahasa Jawa tentu akan memberikan lahan yang menguntungkan bagi para komikus atau kartunis lokal khususnya daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Mereka memiliki wadah untuk menyalurkan hobi dan keahlian mereka dalam seni menggambar dan bercerita. Hobi mereka pun tidak lagi sekadar kegiatan biasa untuk mengisi waktu luang, namun dapat lebih dikomersialkan untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka. Buku-buku komik tersebut nantinya dapat digunakan oleh siswa-siswa sekolah sebagai buku pendamping yang menarik pada muatan lokal Bahasa Jawa. Bahkan tidak menutup kemungkinan, komik-komik ini dapat diekspor ke daerah-daerah di luar Jawa yang didominasi oleh etnis Jawa seperti Lampung (61,9% etnis Jawa), Sumatra Utara (32,6% etnis Jawa), Jambi (27,6% etnis Jawa), dan Sumatra Selatan (27% etnis Jawa).
Banyak komikus lokal, khususnya komikus Yogyakarta, memiliki kepiawaian lebih baik dalam seni menggambar karakter dibandingkan dengan komikus-komikus mancanegara.  Jika mereka diberdayakan dengan baik, maka tidak dipungkiri produksi buku komik Bahasa Jawa dapat menjadi pekerjaan yang menjanjikan untuk masa depan mereka. Secara tidak langsung, mereka juga turut melestarikan dan mempromosikan Bahasa Jawa sebagai salah satu kearifan lokal milik bangsa Indonesia. Diharapkan dengan adanya buku komik Bahasa Jawa ini, akan muncul buku-buku komik berbahasa daerah yang lain seperti komik Bahasa Ngapak (Jawa Banyumasan), komik Bahasa Sunda, dan komik Bahasa Betawi. Irham baskoro (ikok)

Daftar Pustaka
Oktafiarni, Laisa. 2014. Penggunaan Bahasa Jawa untuk Melestarikan Warisan Budaya Indonesia dalam Lingkup Pemuda Jawa (online). (http://m.kompasiana.com/post/ read /652703/3/ penggunaan-bahasa-jawa-untuk-melestarikan-warisan-budaya-indonesia-dalam-lingkup-pemuda-jawa.html), diakses tamggal 1 Mei 2015.

Tidak ada komentar: