Senin, 18 Desember 2017

Wayang, Punokawan, dan Keteladanan

Wayang, Punokawan, dan Keteladanan

Refleksi Tugas Perkuliahan Filsafat
Dosen: Prof.Marsigit

Oleh:
Irham Baskoro (17709251004)
⟹PPs Pendidikan Matematika UNY 2017 ⟸



Hari Jumat, tanggal 24 November 2017 malam, saya dan teman-teman Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana (A) menonton pagelaran wayang kulit di Kompleks Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Pagelaran wayang dimulai pukul 20.00 dengan biaya tiket Rp20.000,00. Cerita pewayangan pada malam itu adalah tentang kematian Rahwana. Meski memiliki kekuatan besar, Rahwana tidak bisa mengalahkan Rama. Malah sebaliknya Rahwana dibunuh oleh Rama, dengan senjata mematikannya yang bernama Gwawijaya. Dan akhirnya cerita ini ditutup dengan kematian Rahwana. Dengan kematian Rahwana, maka dunia dibebaskan dari kekuatan jahat.

Cerita Ramayana yang menceritakan kisah Rama-Shinta dimana Shinta diculik oleh Rahwana memang sudah sering kita dengar. Oleh karena itu dalam refleksi kali ini saya akan lebih menyoroti tentang hal yang lain yaitu karakter dibalik tokoh-tokoh Punokawan dalam pewayangan. Dalam cerita pewayangan, seringkali muncul para tokoh punokawan di tengah atau di akhir cerita. Punokawan ini terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Banyak karakter positif atau nilai keteladanan yang dapat kita pelajari dari keempat tokoh punokawan ini. Berikut penjelasannya.

Karakter Punokawan



Semar memiliki karakter sebagai pelayan masyarakat. Ia laksanakan tugas itu sebagai bagian dari ibadah sesuai perintah Illahi. Ketika berjalan, Semar menghadap ke atas yang maknanya bahwa ia memberi contoh agar selalu memandang Yang Maha Kuasa, selalu ingat pada Tuhan.




Gareng berkaki pincang yang maknanya sebagai sosok kawula atau umat. Ia memiliki cacat fisik yang lain yaitu tangan yang ciker atau patah yang maknanya tidak suka mencuri. Cacat yang lain yaitu matanya juling artinya ia tidak mau melihat hal-hal yang tidak baik dan mengundang kejahatan.





Berikutnya adalah tokoh petruk yang berhidung panjang. Berbeda dengan pinokio yang hidungnya panjang karena berbohong, tetapi hidung petruk panjang sampai mulutnya tertutup oleh hidungnya.  Maknanya ia tidak banyak bicara tetapi banyak kerja. Makna hidung panjang yaitu ia dapat mencium dan merasakan keadaan di sekitarnya. Ia tanggap akan kehidupan masyarakat di sekeliling­nya.






Punokawan yang terakhir adalah Bagong. Bagong ada­lah pribadi yang tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Ia juga tidak pernah marah dan tidak pernah protes atas masalah-masalah hidup yang dialaminya.

Tidak ada komentar: